SEPULANG MALL MORO

Dari mana aku harus memulai tulisan ini menceritakan kepadamu tentang kisah kita sepulang dari mall Moro? Kalau kau membaca suatu saat nanti bantulah aku untuk menjawab pertanyaan biar dia tidak hanya sekedar menjadi pertanyaan dalam kepalaku. Biar kau menceritakan dari versimu. Dan sekarang aku menceritakan dari versiku bahwa suatu waktu di tahun yang sudah berlalu saat kedatangaku ke kotamu, kita pergi ke mall Moro.

Kita pergi ke Moro sehabis magrib. Seharian ini kau terlalu banyak aktifitas di kampus. Jadwal kuliahmu full. Aku masuk ke lokalmu. Saat pergantian jam kau meninggalkanku bersama temanmu, katamu ada urusan yang harus diurus. Penting menurutmu. Sehabis kuliah menikmati pustaka kampus, kau mengenalkan ke salah satu sahabat dekatmu.

Hari itu kita memutuskan berparadise di malam hari. Aku akan mengajak mas ke suatu tempat yang belum sempat kita kunjungi. Sayang kalau dilewatkan. Aku tidak tahu tentang kota ini. Segala sesuatu yang lama dan yang baru di kota ini, aku tabu terhadap semua itu. Lagi-lagi aku yang harus membawa motor ini. Kita menelusuri jalan kosanmu, kemudian berputar ke jalan besar dan meluncur ke Moro. Mall terbesar yang sayang untuk dilewatkan.

Temani aku beli sesuatu katamu. Dalam hal cinta menemani memang adalah perkara penting untuk menjaga komunikasi biar tetap harmonis. Aku menemanimu membeli sesuatu yang tidak kamu sebutkan apa itu. Engkau menyembunyikan dariku tentang apa yang kau beli. Kemudian rinai kembali turun. Sepanjang hari kota ini memang musim hujan. Kita menelusuri kota, berhenti warung lesehan pinggir jalan, menikmati lumpia, makanan yang tidak aku mengerti. Aku hanya menghabiskan seperempat saja karena begitu besarnya lumpia yang kau sebut masakan khas Purwokerto itu.

Ini bagian dari kenangan yang tidak mungkin aku lupakan, sampai bertahun-tahun sesudahnya kenyataannya aku masih terus saja mengingat-ingat lumpia. Betapa bodohnya aku memakan lumpia yang seharusnya dihabiskan oleh tiga orang. Kita tertawa. Dan kau meminta si pemilik warung untuk membungkuskannya. Bagaimana mungkin aku bisa lupa kalau pengalaman itu membuat aku malu sekaligus merasa kikuk dan menikmatinya sebagai kenangan setelah bertahun-tahun kita memutuskan untuk tidak lagi saling bertemu.

Aku tak ingat lagi apa yang terjadi sepulang Moro. Kejadian yang paling berkesan malam itu adalah malam ketika aku menemukan ada makanan yang begitu besar yang harus aku nikmati. Begitulah kenangan selalu mendatangiku, Sayang.

           
ALIZAR TANJUNG I 19/05/15
Lebih baru Lebih lama