Mantagi Alizar Tanjung
Terbit di Singgalang, 19 Januari 2014
Lelang yuang.
Apakah anda wahai pembaca yang saya cintai pernah mendengar kata ini? Saya
yakin anda pernah mendengarnya. Bahkan menurut saya sering mendengarnya. Tidak
tertutup kemungkinan pula sebagai para pelaku. Atau para penghubung lelang.
Misalnya
begini, dijual motor lelang dengan harga sekian. Orang-orang berebut membelinya.
Saya tidak tahu kenapa? Padahal yang bernama lelang sudah pasti barang seken.
Sudah ndak perawan atau sudah ndak perjaka. Mungkin karena yang penting adalah
mereknya. Contoh salah-satunya mobil milik saudara saya, karena barang seken,
setiap sebentar keluar dompet untuk perbaikannya.
Coba
perhatikan motor yang dilelang. Kalau tidak perjaka rodanya yang rusak, maka
perawan mesinnya yang sudah babak belur.
Kenapa babak belur, setiap hari ditunggangi para tuan motor. Bayangkan siang
dan malam terus ditunggangi, ya akhir-akhirnya masuk kepelelangan karena
setoran tidak dibayar.
Boro-boro mau
baya setoran, untuk makan anak-bini saja tidak cukup. Sori bagi anda yang belum
menikah. Uang saku anda saja kadang-kadang tidak cukup, ngapain harus
ribet-ribet beli motor. Nah, ini baru kata lelang pertama yang saya kemukakan
kepada anda yang saya sayangi sebagai sesama manusia yang benar-benar membaca
mantagi ini.
Lelang kedua,
saya menemukan selama Bulan Ramadhan. Gak percaya. Datang saja setiap Bulan
Ramadhan ke kampung saya, Karang Sadah, Nagari Kampung Batu Dalam, negeri yang
kaya dengan hasil bumi, indah akan pariwisata, masih miskin pengelolaan. Di kampung
saya orang-orang melelang. Mulai dari melelang yang kecil-kecil sampai ke yang
sedikit bergengsi. Karena memang belum ada yang mendekat super bergengsi, atau
premium bergengsi.
Saya tegaskan
sekali lagi. Apa yang dilelang? Ada namanya lelang amal. Saya gak mengerti
kenapa namanya lelang amal. Kemudian ada namanya lelang apik ayam. Lelang ayam
goreng satu ekor lengkapnya. Ayam itu dilelang sampai bandrol lima ratus ribu.
Lelang ini diadakan di masjid-masjid atau surau-surau untuk pencari dana acara
lomba dan segala macam tetek bengeknya. Lelang ini diikuti oleh tua muda,
remaja, bahkan sampai ke anak-anak.
Pelaksanaan
lelang ini ketika ada lomba: lomba MSQ, tilawah, qasidah, salat. Mereka yang
mengangkat acara ini adalah pemuda-pemuda. Lelangnya atas nama pemuda.
Tempatnya masjid atau surau dalam rangka keagaaman. Tukang lelang akan
menghimbau dari hitungan satu yang artinya seribu. Kalau dahulu per seratus
rupiah. Mungkin karena mata uang sudah tak berguna di negeri ini makanya naik
harganya menjadi seribu. Pelelang meneriakkan apa yang diteriakkan peserta
lelang. Mulai dari kata yang amat jelek sampai kata yang amat baik diucapkan
oleh pelelang.
Kadang orang
tertawa, kadang bermuka murung karena hinaan dan cacian para pelelang. Ada pula
yang pura-pura mau bertengkar, karena telinganya sudah merah menahan malu.
Tetapi setelah keluar dari tempat pelelangan, suasana menjadi aman dan
terkendali. Ya, ya, ya, beginilah kalau orang kampung yang melelang. Gunanya
juga untuk kepentingan bersama. Yang memanfaatkannya juga bersama. Kecuali apik
ayam, apik ayamnya dimakan oleh orang yang menang lelang. Ya iyalah, masa gak sih. Gak level gitu lo kata anak muda yang kata mereka gaul, padahal cengeng.
Ada pula
lelang mobil seken, HP seken, baju seken. Entah ada pula lelang nyawa seken
saya kurang tahu. Apakah anda tahu? Kalau ada lelang nyawa seken dapat untuk
nyawa para anak muda yang telah ke akhirat karena aktifitas balap jalanan.
Hal yang lebih
menarik adalah lelang kekuasaan. Mulai dari pengadaan tender yang telah menjerat
para pelaku bisnis dengan manipulasi kekuasaan. Mulai dari kasus centery sampai
ke kasus lapangan olahraga yang menjerat pelaku bisnis di Palembang. Sampai
pula kepada pengadaan Al Qur’an. Agama kok dilelang juga. Saya tidak mengerti
dengan para pelaku manipulasi politik bisnis. Lalu sekarang para pelaku
simulator SIM. Ya, ya begitulah.
Kalau sudah
kekuasaan yang dilelang dengan manipulasi hukum. Ini benar-benar sudah gawat.
Lelang apik ayam masih untung kenyang. Perut bisa buncit kalau dimakan sendiri.
Lelang HP, motor, mobil, rumah, juga kenyang. Kenyang secara keuntungan dan
persaingan para kompentitor. Tetapi kalau lelang kekuasaan ini benar-benar
tidak kenyang namanya. Tetapi mencari mampus.
Tampaknya
masalah lelang tidak akan selesai dalam bahasan singkat ini. Apakah juga ada
lelang para “penasihat” ya? Kalau para pebisnis namanya CEO, konsultan. Kalau
ada lelang “penasihat” nah ini baru menarik. Para pelaku lelang kekuasaan dapat
dinesahiti oleh para penasihat yang terhormat. Para pelelang barang elektronik,
otomotif dapat dinasehati agar tidak hanya mengejar keuntungan pitih. Para
pelaku pemula dapat melakukan lelang yang sihat. Tetapi apakah para penasihat
jgua tidak melelang dirinya sendiri, dengan mau melakukan persengkokolan
dengang orang yang diberi nasihat, agar jalannya semakin mulus.***Danaukembar,
2012