Sekolah Ikan Kaleng

Esai Alizar Tanjung
Terbit di Singgalang, 12 Januari 2013

            Sebuah cerpen diciptakan oleh Eko Triono, sastrawan muda Indonesia. Dia masih mahasiswa. Bahkan masih tergolong muda dibandingkan dengan kepala-kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di seluruh Indonesia. Kalau disandingkan dengan umur menteri pendidikan M. Nuh, Eko akan masuk dalam jajaran anak bungsu M. Nuh. Begitu mudanya umur Eko Triono.

            Judul cerpen itu “Ikan Kaleng”. “Ikan Kaleng” diikutkan dalam cerpen tingkat mahasiswa se Indonesia yang diadakan Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang di tahun 2010. Februari 2011 kumpulan cerpen pemenang dan nominasi dibukukan dalam kumpulan cerpen “Negeri Kesuda”. Pemenang satunya Ikan Kaleng.
Rupanya Eko mengirim cerpen ini ke Kompas. Dan cerpen ini kembali terbit di Kompas. Saya sebagai pelaksana lomba cerpen, masa itu, ikut senang atas terbitnya “Ikan Kaleng” di Kompas. Menang pantas cerpen itu untuk dipublikasikan berulang.
Ide cerpen itu sederhana sekali. Sebut saja ada daerah terpencil di Jayapura. Ada seorang bapak datang ke Sekolah Dasar mendaftarkan dua orang anaknya. “Ko pu ilmu buat ajar torang (kami) punya anak pandai melaut? Torang tradu pu waktu. Ini anak lagi semua nakal. Sa pusing.” Sang guru menjawab di sini hanya ada materi keterampilan dasar, matematika, bahasa, olahraga, dan beberapa kerajinan.
Dalam cerita ada tokoh Sam, dia guru yang didatangkan dari kota. Simbol kekuasaan negara. Dia telah dibekali dengan ilmu pendidikan, terutama micro teaching. Tugas Sam mengajar anak-anak laut tentang pendidikan. Para orang tua pelaut ingin sekolah mengajarkan anak-anak mereka tentang melaut, membuat ikan. Praktek langsung. Namun mata sekolah tidak ada yang seperti itu.
Sampai datang suatu peristiwa penting. Wali murid membawa ikan kaleng “Ko orang jawa bisa torang buat ini?” Guru sekolah itu mundur dan kaget. Dia sekali lagi menjelaskan standar mata pelajaran. Kalau begitu antarkan torang ke tempat pembuatan ikan, ujar wali murid. Mereka kemudian menyeberangi laut buat menemui pabrik tempat pembuatan ikan kaleng di Jawa Timur.
Berbekal perahu layer, satu rombongan kecil mengarungi samudra hindia. Mereka hendak belajar bagaimana cara mengalengkan ikan. Mereka anak-anak sekolah Lat: terlatih membelah ombak dengan dayung, membaca angina, gemintang, dan asin air laut.
Sebagai orang pendidikan lama betul “Ikan Kaleng” tersimpan dalam memori saya. Sudah tiga tahun berlalu. Dan selama tiga tahun pulan simbol “Ikan Kaleng” hidup sebagai simbol perlawanan terhadap feodalisme dalam dunia pendidikan.
“Ikan Kaleng” adalah perlawanan terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Indonesia telah menerapkan berbagai model pendidikan. Satu contoh pendidikan nasional, satu contoh pendidikan berkarakter milik sekolah Lat, sekolah laut yang digagas oleh para orang tua yang menginginkan anaknya pandai membaca laut, mensejahterakan masyarakatnya dengan memberdayakan laut.
“Ikan Kaleng” bukan hanya terjadi di Jayapura. “Ikan Kaleng” salah satu simbol bagi daerah-daerah yang mengalami nasib yang sama. Sumatera Barat juga mengalami daerah yang sama. Danau Kembar, Padang Panjang, Payakumbuh, merupakan daerah-daerah penghasil pertanian terutama di bidang sayur-mayur. Pendidikan nasional kemudian mempengaruhi pola pikir anak-anak petani ini dengan sekolah buatan pemerintah.
Perbedaan dua kubu simbol di daerah, memenangkan kubu pemerintah. Sedangkan kubu sekolah petani melemah. Hasilnya siswa-siswa yang merupakan keturunan-keturunan petani berbondong-bondong ke kota, mereka ingin mempelajari cara hidup modern. Meninggalkan corak hidup pertanian. Hasil survei saya menunjukkan, anak-anak petani menjadi enggan bertani. Muncul asumsi bahwa bertani adalah pekerjaan rendahan.
Asumsi ini bermunculan berdasarkan fakta-fakta di lapangan. Sistem pendidikan pusat tidak mampu menampung kebutuhan masyarakat kelas bawah. Sekolah lebih diidentikkan dengan bangku, tidak dengan skill. Hasilnya banyak pengangguran bermunculan dari tamatan SMA, mahasiswa yang telah selesai kuliah. Mereka tidak mampu bekerja, merasa tidak mempunyai keahlian.
Produk sekolah berimbas luas terhadap sektor pertanian, kelautan, pertambangan. Para lulusan pendidikan lebih berorientasi menjadi pegawai, daripada menjadi pencetus lapangan pekerjaan. Ketergantungan lulusan pendidikan kepada kursi kepegawaian menguntungkan para penguasa saham. Mereka yang mengerti lahan, akhirnya memonopoli lahan dan menciptakan kekayaan sendiri.
Para penguasa modal menjadikan model pendidikan sebagai alat untuk menciptakan sekolompok orang menjadi pekerja. Bukan menjadi tenaga kreatif. Model pendidikan ini adalah model ambisi menyortir manusia, mengelompokkannya untuk tujuan tertentu. “Ambisi menyortir anak-anak sekolah adalah kejahatan manusia yang telah berlangsung satu abad,” ujar Yanto Musthofa, anggota Majelis Pengurus Pusat Icmi (tempo/21/12).
Model sekolah “Ikan Kaleng” diperlukan untuk mengembalikan Indonesia ke akarnya. Pemerataan pendidikan yang berciri khas karakter lokal hanya dapat dilakukan dengan berkaca kepada kebutuhan lokal. Kontrolnya yang harus dilakukan secara nasional. Kemajuan pendidikan di Finlandia karena menerapkan kontrol berbasis pusat terhadap daerah. Para tenaga ahli diturunkan dari pusat ke daerah, guru-guru daerah ditarik ke pusat biar guru-guru itu menjadi profesional.
Kalau model pendidikan “Ikan Kaleng” yang menjadi prioritas M. Nuh, dalam “Kurikulum 2013”, pendidikan Indonesia akan membaik. Persoalannya apakah Kurikulum 2013 benar-benar berorientasi ke Pendidikan Karakter. M. Nuh menanamkan pendidikan berkarakter. Namun hasil ujian masih menjadi patokan pemerataan pendidikan Indonesia. Sedangkan mengukur berkarakter atau tidak hasil lulusan pendidikan tidaklah cukup dengan lembaran-lembaran soal, dia mesti diukur dengan aplikasi, penerapan nilai, implementasi ke masyarakat.***
*Alizar Tanjung, sedang menyelesaikan program S2 di Jurusan Pendidikan Islam, IAIN Imam Bonjol Padang.  Karya-karyanya dipublikasikan di koran lokal dan nasional. No. Rekening  atas nama Alizar,  Bank Mandiri, Cabang Padang Sudirman, No rekenening :111-00-0561246-6. Kontak 085278970960


Lebih baru Lebih lama