Sajak-sajak Alizar Tanjung
PENGEMBARAAAN
setelah
pengembaraaan itu kepada tubuh, yang aku temukan
daging,
tulang, darah: di manakah manusia? yang terbentuk
dari
nama.
berdetik,
bermenit, berjam, bertahun, beratus, bermiliaran
tahun
aku tanyakan manusia: yang aku temukan daging,
tulang,
darah.
lalu
aku menemukan entah: bertanya kepada daging, tulang,
darah,
di mana manusia? aku tunjuk daging, ini daging.
aku
tunjuk tulang, ini tulang. aku tunjuk darah, ini darah.
di
manakah manusia?
Padang,
2011
TUKANG RUMAH
yang
mengapak ke dalam daging, memahat ke dalam
tulang,
menggergaji ke dalam darah, menyilang ke akar
batang,
ada sebuah rumah di dalam tulang, ada sebuah
ruang
tempat berpulang.
memaku
di silang akar, berdiri di pangkal daging,
bertaut
tulang belulang, lalu berdiri sebuah rumah,
ada
darah ke sandi daging, mengalir dari langit atas
menggenang
di langit bawah.
Padang,
2011
MENDAKI KE PUNCAK SAYAP
mendaki ke puncak sayap,
pendakian yang kita tunggu-tunggu,
kita akan terbang dalam ruang yang lapang,
dalam ruang bulu-bulu kuda,
kuda bersayap yang menukik ke kedalaman,
ke kedalaman mata kuda.
mendaki ke puncak sayap yang aku temukan itu matamu,
matamu yang berakar mata, berujar “ke mana mataku
atau
kita?” mata kita yang menyilang kulum-kulum rimba
di bukit tanah kuning, bukit kepuncakan yang di biru
langit
merah dan aum anjing malam yang menjamu iblis merah.
“ada banyak mata yang berakar,” seperti akar rumbai
ubi
hutan dalam perut nabi, menjalar dan mengakar dalam
perut rasul.
langit muda yang menyiratkan buah apel, menyiratkan
sari buah tomat merah pada dada istri nabi, ah kita
menyusu
kanak-kanak kita, menyusu jemari batu, menyusu
lempung
ibu.
Padang, 2011
RUMAH DI BERANDA
rumah di beranda,
pengemis tidur di pintu,
aku mengucap kata sayang,
pada diriku yang bukan aku,
itu yang mampu yang bukan
aku yang melakukan,
masa silam
dalam serbuk kayu pintu.
Padang, 2011