Sajak-sajak Alizar Tanjung
Surat untuk Shita
;Shita
kepergianku pada
negeri orang
negeri lupa
ngurarai yang
kubangun sejak
dahulu kala
shita, bukanlah
candu
di sana kukubur puisi untukmu
sengaja
kutumpangkan
aku yakin
Tuhan juga percaya
bahwa tanah takkan
berbohong
;Shita
pada barisan
pertama
“salam Shita,
semoga kau tak lupa
bahwa kita bertemu
sunyi
pernah di
perpanjangan malam
setengah guntai di
sepetak mata
pada retak gelap
dan rembulan lenyap”
;Shita
Pada bait kedua
“Shita kau tahu kan?
jalan lengang
tepian pulang
kutumpangkan
perasaan pada daun
menyimpan sajak
dari angin
hingga suatu saat
aku yakin itu daun melati”
;shita
Bait ketiga bait
perpisahan
“Shita di sana
tak lagi ada melati
hanya ada ilalang
rontok
tumbuh di kursi
lapuk
kota
tujuan telah meneggelamkanku
dengan bau anyir
di resleting celana
sebab di kota ini segalanya menjadi
halal”
Padang, 2008
Duka
;Aceh Menjelang DesemberUsai
gemericik ombak mengikis pantai
sedebur gelombang menghempas batu karang
menenggelamkan namanama, serangkaian
bulan sabit akhir kehilangan rona pada shubuh
yang tersiksa
bukan tak ada mata
atau tepian pantai di kepala mendongak angkasa
semerbak tanda menyapa pada laut, pantai, pasir
dan kekeringan air mata
semua bergerak pada lintasan zigzag
anjing melolong perih
bersahutan penghuni malam
kini tinggal duka serpihan lama
dari sekian ribu nama
tinggal menetap sebagai tamu
pada Nisan masih bernafas
Padang, 2 Juni 2008
Ia Hanya Ingin Satu
;Kartini
bukan maksudku
ingin menceritakan
atau mendebarkan
ke seluruh alam
cerita gadis yang
lama dimakan zaman,
mungkin saja dia
sekarang
tulang belulang
disenyap bumi
dan rambutnya
tergerai peras di selah tanah
takkan tertaril
oleh goresan
ke lubuk yang pasi
dia lah wanita,
gadisku
yang berbuat
dengan kehendak
tak tertarik oleh
rembulan
di tengah ngiang
awan
serapah malam
ketika gendrang ditabuh perang
dan darahnya
tumbuh subur
menggebur bumi,
mengaliri sungai
tanpa berharap
kelak kau harus mengingatku
gadis yang tak
pernah lelah
dia lah jiwa,
hanya ingin satu
“untuk anakku ada
pusaka nusa bangsa dan cinta”
Padang, 15 oktober 2008
Nak
Pagi cumbu
menaruh cemburu
pada ibu-ibu membawa mukenah
di taman doa
setiap langkah berbuah rimbun
itulah matang rindu, Nak
bukan benci
di dinginnya pagi
di ujung dendam, nelangsa sepi
meainkan ma’rifat nak
sebab pituah berjenjang
di rintik embun yang jatuh
di kolam rindu
telaga qalbu
Padang, Agustus 2008