Terbit di Sindo 4 januari 2009, Surat untuk Shita

Sajak-sajak Alizar Tanjung


Surat untuk Shita
;Shita
kepergianku pada negeri orang
negeri lupa ngurarai yang
kubangun sejak dahulu kala
shita, bukanlah candu
di sana kukubur puisi untukmu
sengaja kutumpangkan
aku yakin
Tuhan juga percaya
bahwa tanah takkan berbohong

;Shita
pada barisan pertama
“salam Shita, semoga kau tak lupa
bahwa kita bertemu sunyi
pernah di perpanjangan malam
setengah guntai di sepetak mata
pada retak gelap dan rembulan lenyap”
;Shita
Pada bait kedua
“Shita kau tahu kan?
jalan lengang tepian pulang
kutumpangkan perasaan pada daun
menyimpan sajak dari angin
hingga suatu saat aku yakin itu daun melati”

;shita

Bait ketiga bait perpisahan
“Shita  di sana tak lagi ada melati
hanya ada ilalang rontok
tumbuh di kursi lapuk
kota tujuan telah meneggelamkanku
dengan bau anyir
            di resleting celana
sebab di kota ini segalanya menjadi halal”
                                    Padang, 2008
Duka
;Aceh Menjelang DesemberUsai
gemericik ombak mengikis pantai
sedebur gelombang menghempas batu karang
menenggelamkan namanama, serangkaian
bulan sabit akhir kehilangan rona pada shubuh
yang tersiksa

bukan tak ada mata
atau tepian pantai di kepala mendongak angkasa
semerbak tanda menyapa pada laut, pantai, pasir
dan kekeringan air mata
semua bergerak pada lintasan zigzag
anjing melolong perih
bersahutan penghuni malam

kini tinggal duka serpihan lama
dari sekian ribu nama
tinggal menetap sebagai tamu
pada Nisan masih bernafas
                                    Padang, 2 Juni 2008
Ia Hanya Ingin Satu
;Kartini
bukan maksudku ingin menceritakan
atau mendebarkan ke seluruh alam
cerita gadis yang lama dimakan zaman,
mungkin saja dia sekarang
tulang belulang disenyap bumi
dan rambutnya tergerai peras di selah tanah

takkan tertaril oleh goresan
ke lubuk yang pasi
dia lah wanita, gadisku
yang berbuat dengan kehendak
tak tertarik oleh rembulan
di tengah ngiang awan
serapah malam ketika gendrang ditabuh perang
dan darahnya tumbuh subur
menggebur bumi, mengaliri sungai
tanpa berharap kelak kau harus mengingatku

gadis yang tak pernah lelah
dia lah jiwa, hanya ingin satu
“untuk anakku ada pusaka nusa bangsa dan cinta”
                                    Padang, 15 oktober 2008
Nak
Pagi cumbu
menaruh cemburu
pada ibu-ibu membawa mukenah
di taman doa
setiap langkah berbuah rimbun
itulah matang rindu, Nak
bukan benci
di dinginnya pagi
di ujung dendam, nelangsa sepi
meainkan ma’rifat nak
sebab pituah berjenjang
di rintik embun yang jatuh
di kolam rindu
telaga qalbu
                                    Padang, Agustus 2008
Lebih baru Lebih lama