Seorang klien meminta bantuan kepada saya. Klien itu memang mempunyai hubungan dekat dengan saya. Istri dari paman saya. Mempunyai seorang anak perempuan yang akan melanjutkan kuliah. Saya menyamarkan namanya dengan Ira. Ira seorang lulusan SMK di jurusan akuntasi yang gagal masuk kampus ternama di Padang pada gelombang pertama. Pada gelombang kedua Ira ternyata gagal.
Klien ini, Marina melakukan konsultasi melalui komunikasi jarak jauh dengan saya. "Saya ingin Ira jadi guru. Guru prospeknya jelas."
"Oh ya."
"Ya. lagian apabila Ira kuliah di sana, dapat satu tempat tinggal dengan teman satu kampung. Tentu itu baik untuk Ira.," ujar Marina. Marina berkeyakinan bahwa kampus pilihan dia adalah yang terbaik buat anaknya. Terserah dia masuk di jurusan apa.
"Lagian di sana biaya sekolah lebih murah. Apalagi kami orang biasa. Kalau Ira nggak lulus juga, biar saja tahun depan diulang. Oleh karena itu kalau dirimu bisa membantu, bantulah dia." Klien ini benar-benar memohon untuk mendapatkan bantuan saya dan pihak kampus.
Sebelumnya saya ingin menceritakan, Ira saya sarankan tidak hanya mendaftar di satu kampus.
"Kata mama di kampus satu itu saja sudah cukup. Lagian buang-buang uang terlalu banyak mendaftar," ujar Ira. Ira ingin mematuhi keinginan mamanya, dia memilih apa yang dipilihkan ibunya.
"Uang itu bisa dicari Ira. Sekarang dirimu mendaftar dahulu. Kalau nggak ada uang biarkan Uda yang membayarkannya nantik," ujar saya meyakinkan Ira. Ira memang di satu sisi adik saya, di satu juga bagian dari klien yang menjadi tempat mencari solusi bersama saya.
Ira akhirnya mendaftar di kampus satunya lagi. Ira memang akhirnya lolos di kampus satu dengan biaya yang lebih murah. Hal itu ternyata kebutuhan kursi masih ada yang kosong setelah pendaftaran ditutup. Sedangkan di kampus dua, ira juga lolos.
"Kampus satu sajalah. Biayanya juga lebih murah," ujar Marina. Suaranya sedikit memelas.
"Biarlah dia di kampus satu. Nantik juga dekat dengan kawan dekatnya, bisa satu tempat tinggal."
"Apa yang menjadi keinginan Ira sebelumnya?"
"Ira ingin kuliah di ilmu komputer tetapi saya melarang. Jadi guru kerjanya jelas nantik. Kalau dia kuliah di jurusan lain sulit mencari kerja."
"Sebaiknya Ira diberikan tanggungjawab untuk memilih? Biarkan dia kuliah di jurusan yang paling dia senangi. Hal terpenting dia serius menjalani apa yang menjadi pilihannya. Pekerjaan akan datang bersama keahlian," ujar saya kepada Mama Ira. "Kenapa Anda tidak memberikan dia kesempatan untuk menentukan apa yang menurut dia bagus untuk dia jalani. Kalau soal uang selalu ada jalan keluar. Kampus mempunyai banyak jalan beasiswa."
"Menurut saya sebaiknya Ira melanjutkan apa yang telah menjadi keinginannya. Biarkan dia memilih jurusan Ekonomi karena sesuai dengan keinginannya. Biarlah dia tidak di kampus satu.," ujar saya. Setelah mengalami proses tanya jawab yang panjang, mama Ira akhirnya setuju bahwa Ira kuliah di juran Ekonomi.
Anak anda adalah buat hati anda, tetapi bukan bearti mereka harus seperti yang anda inginkan. Orang tua yang benar-benar paham dengan anak akan memberikan kesempatan kepada anaknya untuk menentukan tujuan, dan orang tua membimbing dari belakang.
Ada yang menarik dari khasus ini, petama khasus uang. Uang menjadi patokan orang tua meski uang bukan segala-galanya, namun kalau tidak ada uang segalanya menjadi masalah. Ini anggapan sebahagian orang. Sehingga orang tua enggan mengkuliahkan anak-anaknya kuliah tinggi-tinggi karena nggak ada uangnya. Padahal Tuhan selalu mempunyai caranya sendiri untuk membuat manusia mendapatkan rizkinya.
Kecendrungan memaksakan pendapat kepada anak bukanlah solusi. Sedangkan yang solusi adalah mendengarkan apa yang dikatakan anak anak. Sebab itu anda sebaiknya perhatikan pola komunikasi anda dengan anak anda. Belum tentu apa yang kita katakan baik namun tidak baik menurut orang. Dan begitu juga sebaliknya.