Kenapa Adik Saya Takut Curhat dengan Saya

Konsultan Alizar Tanjung

Siang itu klien saya kontakan dengan saya. Bertepatan 25 Agustus 2014. Sebenarnya dia bukanlah klien saya diklinik. Dia seorang kenalan saya yang mempunyai seorang adik tunggal. Kami memang sering saling berbagi. Dan saya senang senang memposisikan diri saya sebagai seorang konsultan kalau sedang sharing persoalan keluarga, cinta, dan kebahagiaan.

Klien saya namanya saya samarkan dengan sebutan Putri. Saya memanggilnya dengan put. Put bercerita dengan saya mengenai adiknya yang ketakutan ketika berdiskusi dengan saya. Dia menggambarkan wajah adiknya yang pucat ketika Putri menanyakan kenapa teman sebelah rumah bertengkar dengannya.

Putri menceritakan adiknya yang namanya saya samarkan menjadi Misya bertengkar dengan teman laki-laki sebelah rumah. Misya di dorong sampai dia ketakutan. Bukan Misya yang melaporkan langsung kepada Putri, teman Misya yang melaporkan kejadian itu kepada Putri. Putri langsung memanggil Misya, menanyakan kebenaran tentang apa yang menimpa Misya, tetapi Misya malah semakin ketakutan ketika Putri menanyakan secara baik-baik kepada Misya.

"Mengapa Misya begitu ketakutan ketika saya tanyakan mengapa dia diganggu dengan kasar oleh teman laki-lakinya. Padahal sebelum-sebelumnya temannya tidak ada yang mengganggu dia," ujar Putri.

"Oh ya," jawab saya.

"Misya malah semakin ketakutan ketika saya tanya. Dia menggigil dan memilih bungkam. Padahal saya menanyakan secara baik-baik. Seharusnya dia malah terbuka. Toh tujuan saya menanyakan bukan untuk memarahi dia. Tetapi Misya tetap bungkam."

"Key."

"Malah Misya menangis. Saya tidak pernah melihat dia seperti itu sebelumnya. Padahal kalau saya pun mau marah, pasti marahnya saya ke anak yang mengganggu dia. Ini seolah Misya yang takut saya marahi," ujar Putri.

"Ya."

"Kenapa bisa begitu? Saya juga tidak mengerti. Saya bermaksud menyelesaikan masalah dia. Tetapi dia tidak mau bercerita. Saya tidak paham dengan kondisi seperti ini. Padahal saya menanyakan secara baik-baik. Tidak ada maksud untuk memarahinya. Saya sungguh tidak mengerti."

"Key. Saya mengerti. Bagaimana cara Anda menanyakan kepada Misya?"

"Saya tidak mengerti."

"Maksudnya bagaimana sikap dan cara Anda dalam mengajukan pertanyaan kepada Misya, apakah dengan wajah yang serius? Ataukah Anda mengajukan dengan wajah yang tersenyum?"

"Oh itu dia saya kurang mengerti kalau soal itu. Saya mengajukan pertanyaan dengan tujuan untuk membantu dia. Saya kurang paham apa harus tersenyum atau tidaknya."

"Apakah Anda mengajukan pertanyaan dengan cara mendesak dia? Misya sampaikan ke Uni kenapa temanmu berlaku kepada kasar kepadamu! Apa yang dia lakukan kepadamu! Ayolah Misya. Jangan diam dong. Sampaikan saja. Kalau kamu diam tentu Uni tidak paham. Jangan memilih diam Misya! Kalau kamu terus-terusan diam nantik temanmu berbuat kasar lagi. Misya!!! Dengar nggak yang Uni sampaikan."

"Ya," jawab Putri. Putri terus-terusan menginterogasi Misya. Saya menjadi mengerti akar masalahnya. Putri mengajukan pertanyaan kepada Misya dengan tujuan yang baik. Dan Misya masih berumur 11 tahun, tentunya akan menafsirkan lain maksud dari pertanyaan Misya ketika pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dengan serius dan mendesak.

"Ya kalau begitu cara memberikan tinjau ulang kembali."

"Caranya?" ujar Putri.

"Duduk jongkok yang manis di depan Misya. Pegang kedua bahu Misya. Tersenyum kepadanya. Usap bahu dan pundaknya dengan bersahabat. Jadikan dia sahabat, bukan anak kecil yang harus diberikan pertanyaan tanpa sentuhan senyum dan sapa hangat. Sampaikan sama dia, 'Adik Uni sudah besar sekarang. Makin cantik. Makin manis. Tadi adik Uni kabarnya diganggu teman cowoknya ya. Adik Uni sudah besar sekarang, kenapa tuh adik Uni diganggu sama teman cowok. Sini cerita sama Uni?'."

Putri mengerti maksud saya. Pola komunikasi yang mesti diperbaiki dengan melalui penggunaan bahasa dan bahasa tubuh. Bahasa nonverbal memiliki kekuatan berkomunikasi 80% dibandikan bahasa verbal yang berada pada tingkat 20%.

Sekarang terjawab sudah penyebab mengapa Misya semakin takut ketika Putri bertanya kepadanya. Sumber ketakutan Misya dia takut akan kena marah lagi setelah diganggu oleh temannya. Ketakutan itu bukan tanpa beralasan. Ketakutan itu karena pertanyaan yang diajukan oleh Putri lebih bersifat interogasi. Meski tujuan putri sebenarnya bukan untuk menginterogasi. Psikologi anak tidak kuat kalau diajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat dia harus mengingat lagi proses buruk yang sudah dia alami.

Langkah yang sebaiknya dilakukan oleh Putri maupun Anda yang memiliki kesamaan peristiwa antara anak Anda dan Misya: Pertama, berikan kondisi yang kondusif kepada anak anda. Biarkan dia dalam keadaan sudah tenang dan sudah bisa bermain kembali. Kalau sulit untuk menunggu dia dalam keadaan happy, ciptakan kondisi yang kondusif. Anda harus melakukan strategi untuk membuat dia merasa nyaman ketika anda mengajaknya curhat tentang apa yang barusan dia alami.

Anda bisa melakukannya ketika anda dalam keadaan tenang. Sebaiknya Anda hindari mengajukan pertanyaan kepada anak Anda ketika Anda dalam keadaan emosi. Keadaan emosi hanya akan menekan mental anak Anda. Ketika Anda dalam keadaan tenang, Anda bisa tersenyum, Anda bisa tertawa kecil, Anda bisa happy dalam memberikan pertanyaan kepada anak Anda. Sehingga pertanyaan-pertanyaan Anda tidak menekan diri anak Anda.

Kalau Anda sudah happy dan anak Anda sudah dalam keadaan tenang, dia akan lebih leluasa bercerita kepada Anda. Bahkan tanpa Anda minta pun, anak Anda akan bercerita panjang lebar kepada Anda. "Iya Uni. Misya tadi sedang melakukan ini. Terus teman Misya tiba-tiba ganggu Misya. Terus dia menghambat Misya. Ya, Misya nggak senang."

Kalau anak Anda atau adik Anda sudah bercerita. Kedua yang harus anda lakukan, dengarkan curhat dia. Biarkan dia bercerita panjang lebar. Ketika dia sudah bercerita panjang lebar, hindari nasihat-nasihat yang sifat menjustis anak Anda, seperti "Kamu yang salah Misya. Seharus kamu begini." "Besok nggak boleh lagi begitu." "Kamu dengar kan!" "Besok kalau ketahuan lagi, kamu yang Uni marahi." Hal-hal seperti ini hanya akan membuat anak Anda atau adik Anda menarik diri dari anda.

Sebab itu hal ketiga yang harus anda perhatikan, perhatikan pemilihan kata yang Anda berikan terhadap anak Anda. Pilih kata-kata yang bernada positif dan tidak memojokkan. Anda dapat menggunakan kata-kata atau kalimat. "Wawww adik Uni keren. Salup but Misya. Besok-besok kalau Misya diganggu, Misya mesti lebih kuat lagi. Misya bisa peringatkan teman Misya. Setuju."

Pasti anak atau adik Anda akan setuju. Sah dulu dengan anak atau adik Anda. "Misya mesti lebih baik lagi kepada teman Misya, biar teman Misya tidak mengganggu Misya lagi. Pintar adik Uni." Anak-anak pada dasarnya adalah lakon dalam mengenali hati orang tua, dia mampu mengenali mana nasihat yang tulus dan penuh cinta dan mana yang mengandung emosi dalam setiap kata-kata. Karena begitu murninya isi hati seorang anak.

Mengenali perkembangan jiwa anak jauh lebih penting daripada menjejali anak dengan sangsi-sangsi atau nasihat yang mengandung hukuman. Sebab itu orang tua berperan penting dalam membantu mengenali perkembangan anak.

Menurut Psikolog dan Direktur Personal Growth, Counseling & Development Centre, Jakarta, Ratih Ibrahim mengatakan, orangtua merupakan role-model, dan anak dapat belajar untuk meniru sikap orang tua tersebut dengan lingkungan sosialnya. Mari para orangtua di Indonesia, kita bersama-sama mewujudkan dan mencetak anak yang life-ready di masa depannya, agar mereka mampu menjalani segala tantangan dunia.

Misya adalah gadis yang lugu. Putri kakak yang baik. Ketika emosional Putri dan Misya sudah berjalan dengan baik, Misya menjadi lebih bagus perkembangannya. Dia sekarang menjadi lebih terbuka dengan Putri. Kata-kata Putri sudah mulai didengarnya. Terkadang Anda memang penting untuk memposisikan anak Anda atau adik Anda menjadi teman curhat.(1




Lebih baru Lebih lama