Hari ini Selasa, 2 September 2014 saya mendapatkan pelajaran berharga dari seorang teman yang baru sehari saya kenal. Baru hitungan jam ketika artikel ini saya tuliskan dengan sangat sadar di Hotel HW. Oktvianus pengusaha dan pemilik Al Wafa, perusahaan yang bergerak di bidang bimbingan design grafis, programmer, percetakan, berkata. "Sebagai pengusaha pemula jangan berpikir dahulu tentang angka-angka. Berpikirlah tentangan jaringan. Kita tahap membentuk jaringan. Memperkenalkan merek (branding) kita kepada klien."
Baiklah. Kenapa percakapan ini muncul dari Oktavianus. Saya memang penulis, di sisi lain saya adalah orang yang ingin menjadi pengusaha. Pertemuan saya dengan Oktavianus adalah pertemuan saya dengan klien saya yang sedang saya tawarkan jasa advertising dan digital printing. Segala hal yang berhubungan dengan percetakan, mulai dari kartu nama, spanduk, baliho, billboard, dll, saya tawarkan kepada klien.
Berangkat dari rumah pukul 10.50 WIB. Kontrakan saya di Perumahan Villah Idaman, Sei Sapiah, Kecamatan Koto Tangah, Padang. Tujuan saya buat mendapatkan klien yang ingin saya cetakkan spanduk buat toko atau kedainya. Sebagai pengusaha pemula saya selalu ragu-ragu menawarkan jasa kepada orang lain. Hal ini karena rasa gugup, takut ditolak, takut dicemeeh, dan takut dilihat oleh kenalan-kenalan saya yang ingin mengatakan, "kamu jadi sales sekarang ya".
"Ah Sales." Bukan memang pengusaha itu seperti sales. Dan mereka memang adalah sales. Tergantung tingkat kelihaian mereka. Ada yang sales masih awam. Ada sales yang memang sudah profesional.
"Bang saya meminta waktu Abang sebentar."
"Sebentar ya. Apa itu."
"Saya mau menawarkan jasa percetakan spanduk. Juga ada kartu nama. Brosus. Ini ada di brosur kita. Saya Alizar Tanjung."
"Baik sebentar ya Alizar. Saya buka dulu toko saya. Nantik kita bisa berbicara panjang lebar. Tentunya kalau Anda tidak sibuk."
"Ya, Bang. Okey. Silahkan dilanjutkan dahulu."
Beginilah kondisi saya ketika menemui Oktavianus. Saya membawa beberapa lembar brosur Granova, perusahaan saya. Saya tidak mengenakan id cart. Saya juga tidak membawa pena. Saya juga tidak membawa buku/note. Parahnya saya juga membawa identitas Granova. Datang dalam keadaan sedikit meyakinkan diri saya, setelah gagal mengedarkan brosur di banyak tempat pagi ini karena ketidakyakinan dalam diri saya bahwa saya akan diterima dengan baik oleh para klien saya.
"Berapa satu meter spanduk," ujar Oktavianus.
"30 per/meter, designnya nggak perlu bayar," ujar saya dengan sangat yakinnya.
"Saya cetak spanduk 20/ meter di tempat lain. Kalau brosur berapa per/rim?"
"120/ meter, full color." Sialnya saya memberikan jawabannya yang salah. Harga 120/ meter itu adalah untuk satu sisi yang satu warna. Ketidakpercayaan diri telah membuat penawaran saya berakhir dengan kegagalan dan menawarkan harga produk.
Dengan sangat tenang Oktavianus di balik meja kerjanya sambil memprint liflet berkata. "Saya senang dengan orang seperti anda. Kita memang harus menjemput bola. Kita memang harus unggul dalam hal pelayanan. Sedangkan kalau soal harga, kita bersaing dengan percetakan-percetakan lain yang mampu meletakkan tarif harga yang jauh lebih murah dari kita," ujar Oktavianus.
"Menjemput bola bukan bearti kita bicara soal angka-angka. Terkadang seperti sekarang ini, berkunjung untuk saling berbagi jaringan," ujarnya. Saya menjadi pendengar yang baik, karena saya sadar satu kesalahan saya ketika mengunjungi klien, saya mengharapkan uang untung dari hasil cetak spanduk. Ini kegagalan pertama saya, terlalu berorientasi dengan uang, lupa dengan kekuatan jaringan.
"Saya dahulu juga seperti Anda, Ali. Saya juga memulai dari awal di daerah UNP dengan nama dahulu juga Al Wafa. Sekarang masih Al Wafa. Ketika bekerja dahulu saya harus berjalan kaki dari UNP ke Pasar, hal itu sebelum Al Wafa berdiri. Perjuangan hidup." Oktavianus merintis bimbingan belajar di bidang IT dan memasukkan program-program ke perusahaan, kampus, instansi.
"Saya senang melihat Anda. Karena kita bertemu seperti kita bisa saling berbagi. Sekali lagi bukan soal angka-angka saja. Jaringan jauh lebih berharga, dia akan berlangsung dalam waktu yang lama." Oktvianus mengajarkan kepada soal jaringan yang menjadi kekuatan dalam bisnis, dia memang tidak membeli barang dagangan jasa yang saya tawarkan, Oktavianus berinvestasi jaringan dan ilmunya dengan saya.
Beberapa trik saya Oktavianus tularkan kepada saya, teman yang baru dia kenal. Kalau Anda bertamu dengan orang, katanya, anda harus memiliki pena dalam saku anda, satu buku saku, kemudian kartu nama, anda juga harus mempunyai id cart. Tujuan dari semua itu adalah soal style dalam meyakinkan orang.
Saya merasa malu. Dan harus saya aku kepada anda. Karena semua itu kecuali brosur memang tidak saya bawa untuk melobi klien. Saya mempunyai kartu nama, tetapi kartu nama saya menjadi patung dalam job motor. Tahukah anda betapa bodohnya saya tidak menyadari hal itu.
Saya ingin mengajukan pertanyaan kepada Anda seperti yang diajukan Oktavianus kepada saya, "Apa yang anda rasakan ketika anda bicara dengan orang lain yang menawarkan jasa kepada Anda, dan orang itu mengeluakan bulpen beserta buku saku dan mencatat apa yang dia tawarkan kepada anda?"
Pertanyaan ini diajukan Oktavianus kepada saya. "Apa yang kamu rasakan ketika saya menawarkan sesuatu kepada Anda, dan saya mencatat apa yang anda katakan?"
"Saya merasa dihargai." Ya, merasa dihargai. Sebab itulah anda mengapa harus membawa bulpen dan buku kecil, meskipun anda hanya pura-pura mencatat apa yang dia katakan dan apa yang hendak tawarkan, meski di atas selembar satu kecil.
Ini rahasia bisnis yang mulai saya jalan ketika bertemu Oktavianus. Saya mengeluarkan pena, memberikan selembar kartu nama, walaupun di brosur juga ada nomor kontak saya, dan saya mencatat nomor hp beserta namanya.
Ketika Anda mencatat nama orang itu dan anda mencatat nomor hpnya, anda telah melihatkan bukti keseriusan Anda. Orang yang melihat bukti keseriusan Anda suatu saat anda akan menghubungi Anda kembali. Sebab dalam diri anda ada cahaya keseriusan.
Tidak masalah kalau hari ini mereka atau dia tidak memberikan job untuk pekerjaan Anda, suatu pada lain kesempatan, Anda kembali akan dihubunginya. Sebab mereka sudah mengenal Anda dan perusahaan Anda dengan baik.
Oktavianus telah menjadi guru enterpreneur saya dalam satu hari. Dia mengajarkan kepada bisnis bukanlah mengutama angka-angka, "Anda harus mendapat uang", bisnis yang jauh lebih hebat itu adalah ketika jaringan sudah terbentuk.
Pelajaran berikutnya dari Oktavianus adalah soal tidak memilah-milah klien. "Anda tinggal di mana dan dari mana Anda melakukan promosi," ujarnya. Saya cukup risih menjawab pertanyaan ini. Sebab ini baru target kedua saya hari ini.
"Saya dari rumah di Sei Sapiah. Saya tadi promosi di Kalawa dan di sini Promosi kedua saya," ujar saya dengan enggan dan malas. Saya merasa mati kutu. Target bisnis saya melompat dari satu tempat ke tempat lainnya.
"Kalau begitu anda akan cepat bosan dan malas."
"Pas persis seperti yang anda katakan," jawab saya terkagum-kagum. Dia sudah melewati asin, manis, pahit, dan masamnya dunia bisnis.
"Lakukan pemetaan dari mana anda harus memulai usaha anda. Sehingga anda tidak melompat-lompat. Sehingga Anda juga tidak cepat lelah. Anda memang harus memetakan daerah target promosi Anda. Tujuannya untuk memudahkan Anda dalam mengontrol klien Anda." Oktavianus mengajarkan saya soal pemetaan.
"Dan anda jangan pernah memilah-milah target klien promosi Anda. Mungkin kedai mereka hanya kedai kecil, siapa yang tahu bahwa si pemilik kedai kecil itu mempunyai toko tempat lain yang besar dan dia memang membutuhkan jasa anda. Ada peluang di mana anda akan kehilangan projek Anda."
Selesai menutup pertemuan dengan Oktavianus saya memulai melakukan persediaan singkat. Pena dan catatan ada dalam tas. Saya ambil pena dan note beserta kartu nama. Sekarang saya siap berperang dengan klien saya di seputar Gor H. Agus Salim.
Saya mulai klien berikutnya bengkel mobil, kemudian kedai boutiq, pulsa, cincau, resto. Klien-klien itu tidak satu pun saya lewatkan. Saat saya ragu dan meninggalkan target, saya kembali ke belakang dan mendatangi klien dan berkata, "Tidak apa-apa kalau Bapak/Ibu/Uni tidak memakai jasa saya, setidaknya ini perkenalan awal kita untuk perkenalan selanjutnya."
Rasa percaya diri saya bangkit menjalankan bisnis. Meski hari ini saya hanya cetak satu spanduk dengan keuntungan kotor Rp.11.000,-. Saya tidak berhenti dari satu klien ke klien berikutnya. Dan saya mendapatkan klien pertama saya yang mencetak 1.3x1 meter dengan seharga Rp. 0,-. Benar-benar nikmat mendapatkan hasil penjualan hari ini dengan meminum satu Teh Botol Sosro. (Bagian I)
"Ah Sales." Bukan memang pengusaha itu seperti sales. Dan mereka memang adalah sales. Tergantung tingkat kelihaian mereka. Ada yang sales masih awam. Ada sales yang memang sudah profesional.
"Bang saya meminta waktu Abang sebentar."
"Sebentar ya. Apa itu."
"Saya mau menawarkan jasa percetakan spanduk. Juga ada kartu nama. Brosus. Ini ada di brosur kita. Saya Alizar Tanjung."
"Baik sebentar ya Alizar. Saya buka dulu toko saya. Nantik kita bisa berbicara panjang lebar. Tentunya kalau Anda tidak sibuk."
"Ya, Bang. Okey. Silahkan dilanjutkan dahulu."
Beginilah kondisi saya ketika menemui Oktavianus. Saya membawa beberapa lembar brosur Granova, perusahaan saya. Saya tidak mengenakan id cart. Saya juga tidak membawa pena. Saya juga tidak membawa buku/note. Parahnya saya juga membawa identitas Granova. Datang dalam keadaan sedikit meyakinkan diri saya, setelah gagal mengedarkan brosur di banyak tempat pagi ini karena ketidakyakinan dalam diri saya bahwa saya akan diterima dengan baik oleh para klien saya.
"Berapa satu meter spanduk," ujar Oktavianus.
"30 per/meter, designnya nggak perlu bayar," ujar saya dengan sangat yakinnya.
"Saya cetak spanduk 20/ meter di tempat lain. Kalau brosur berapa per/rim?"
"120/ meter, full color." Sialnya saya memberikan jawabannya yang salah. Harga 120/ meter itu adalah untuk satu sisi yang satu warna. Ketidakpercayaan diri telah membuat penawaran saya berakhir dengan kegagalan dan menawarkan harga produk.
Dengan sangat tenang Oktavianus di balik meja kerjanya sambil memprint liflet berkata. "Saya senang dengan orang seperti anda. Kita memang harus menjemput bola. Kita memang harus unggul dalam hal pelayanan. Sedangkan kalau soal harga, kita bersaing dengan percetakan-percetakan lain yang mampu meletakkan tarif harga yang jauh lebih murah dari kita," ujar Oktavianus.
"Menjemput bola bukan bearti kita bicara soal angka-angka. Terkadang seperti sekarang ini, berkunjung untuk saling berbagi jaringan," ujarnya. Saya menjadi pendengar yang baik, karena saya sadar satu kesalahan saya ketika mengunjungi klien, saya mengharapkan uang untung dari hasil cetak spanduk. Ini kegagalan pertama saya, terlalu berorientasi dengan uang, lupa dengan kekuatan jaringan.
"Saya dahulu juga seperti Anda, Ali. Saya juga memulai dari awal di daerah UNP dengan nama dahulu juga Al Wafa. Sekarang masih Al Wafa. Ketika bekerja dahulu saya harus berjalan kaki dari UNP ke Pasar, hal itu sebelum Al Wafa berdiri. Perjuangan hidup." Oktavianus merintis bimbingan belajar di bidang IT dan memasukkan program-program ke perusahaan, kampus, instansi.
"Saya senang melihat Anda. Karena kita bertemu seperti kita bisa saling berbagi. Sekali lagi bukan soal angka-angka saja. Jaringan jauh lebih berharga, dia akan berlangsung dalam waktu yang lama." Oktvianus mengajarkan kepada soal jaringan yang menjadi kekuatan dalam bisnis, dia memang tidak membeli barang dagangan jasa yang saya tawarkan, Oktavianus berinvestasi jaringan dan ilmunya dengan saya.
Beberapa trik saya Oktavianus tularkan kepada saya, teman yang baru dia kenal. Kalau Anda bertamu dengan orang, katanya, anda harus memiliki pena dalam saku anda, satu buku saku, kemudian kartu nama, anda juga harus mempunyai id cart. Tujuan dari semua itu adalah soal style dalam meyakinkan orang.
Saya merasa malu. Dan harus saya aku kepada anda. Karena semua itu kecuali brosur memang tidak saya bawa untuk melobi klien. Saya mempunyai kartu nama, tetapi kartu nama saya menjadi patung dalam job motor. Tahukah anda betapa bodohnya saya tidak menyadari hal itu.
Saya ingin mengajukan pertanyaan kepada Anda seperti yang diajukan Oktavianus kepada saya, "Apa yang anda rasakan ketika anda bicara dengan orang lain yang menawarkan jasa kepada Anda, dan orang itu mengeluakan bulpen beserta buku saku dan mencatat apa yang dia tawarkan kepada anda?"
Pertanyaan ini diajukan Oktavianus kepada saya. "Apa yang kamu rasakan ketika saya menawarkan sesuatu kepada Anda, dan saya mencatat apa yang anda katakan?"
"Saya merasa dihargai." Ya, merasa dihargai. Sebab itulah anda mengapa harus membawa bulpen dan buku kecil, meskipun anda hanya pura-pura mencatat apa yang dia katakan dan apa yang hendak tawarkan, meski di atas selembar satu kecil.
Ini rahasia bisnis yang mulai saya jalan ketika bertemu Oktavianus. Saya mengeluarkan pena, memberikan selembar kartu nama, walaupun di brosur juga ada nomor kontak saya, dan saya mencatat nomor hp beserta namanya.
Ketika Anda mencatat nama orang itu dan anda mencatat nomor hpnya, anda telah melihatkan bukti keseriusan Anda. Orang yang melihat bukti keseriusan Anda suatu saat anda akan menghubungi Anda kembali. Sebab dalam diri anda ada cahaya keseriusan.
Tidak masalah kalau hari ini mereka atau dia tidak memberikan job untuk pekerjaan Anda, suatu pada lain kesempatan, Anda kembali akan dihubunginya. Sebab mereka sudah mengenal Anda dan perusahaan Anda dengan baik.
Oktavianus telah menjadi guru enterpreneur saya dalam satu hari. Dia mengajarkan kepada bisnis bukanlah mengutama angka-angka, "Anda harus mendapat uang", bisnis yang jauh lebih hebat itu adalah ketika jaringan sudah terbentuk.
Pelajaran berikutnya dari Oktavianus adalah soal tidak memilah-milah klien. "Anda tinggal di mana dan dari mana Anda melakukan promosi," ujarnya. Saya cukup risih menjawab pertanyaan ini. Sebab ini baru target kedua saya hari ini.
"Saya dari rumah di Sei Sapiah. Saya tadi promosi di Kalawa dan di sini Promosi kedua saya," ujar saya dengan enggan dan malas. Saya merasa mati kutu. Target bisnis saya melompat dari satu tempat ke tempat lainnya.
"Kalau begitu anda akan cepat bosan dan malas."
"Pas persis seperti yang anda katakan," jawab saya terkagum-kagum. Dia sudah melewati asin, manis, pahit, dan masamnya dunia bisnis.
"Lakukan pemetaan dari mana anda harus memulai usaha anda. Sehingga anda tidak melompat-lompat. Sehingga Anda juga tidak cepat lelah. Anda memang harus memetakan daerah target promosi Anda. Tujuannya untuk memudahkan Anda dalam mengontrol klien Anda." Oktavianus mengajarkan saya soal pemetaan.
"Dan anda jangan pernah memilah-milah target klien promosi Anda. Mungkin kedai mereka hanya kedai kecil, siapa yang tahu bahwa si pemilik kedai kecil itu mempunyai toko tempat lain yang besar dan dia memang membutuhkan jasa anda. Ada peluang di mana anda akan kehilangan projek Anda."
Selesai menutup pertemuan dengan Oktavianus saya memulai melakukan persediaan singkat. Pena dan catatan ada dalam tas. Saya ambil pena dan note beserta kartu nama. Sekarang saya siap berperang dengan klien saya di seputar Gor H. Agus Salim.
Saya mulai klien berikutnya bengkel mobil, kemudian kedai boutiq, pulsa, cincau, resto. Klien-klien itu tidak satu pun saya lewatkan. Saat saya ragu dan meninggalkan target, saya kembali ke belakang dan mendatangi klien dan berkata, "Tidak apa-apa kalau Bapak/Ibu/Uni tidak memakai jasa saya, setidaknya ini perkenalan awal kita untuk perkenalan selanjutnya."
Rasa percaya diri saya bangkit menjalankan bisnis. Meski hari ini saya hanya cetak satu spanduk dengan keuntungan kotor Rp.11.000,-. Saya tidak berhenti dari satu klien ke klien berikutnya. Dan saya mendapatkan klien pertama saya yang mencetak 1.3x1 meter dengan seharga Rp. 0,-. Benar-benar nikmat mendapatkan hasil penjualan hari ini dengan meminum satu Teh Botol Sosro. (Bagian I)