Alizar Tanjung dan IPKBD |
Saya memang sengaja menjemput bola. Menawarkan jasa percetakan spanduk, kartu nama, brosur. Saya memang tidak mampu bersaing dari segi harga, tetapi saya yakin mampu bersaing dari segi pelayanan kepada para pelanggan saya.
Tulisan ini saya tuliskan tepat di pukul 03.24 Wib, Selasa, 4 September 2014. Apakah anda bertanya kenapa kok bisa? Sudah se subuh ini saya baru pulang kerja. Ya, saya juga bertanya kepada diri saya sendiri kenapa kok bisa. Hal ini serupa humoris di tengah malam seperti Abu Nawas sang tokoh legendaris Baghdad yang terkenal dalam kisah 1001 malam.
Saya menyempatkan menulis perjalanan hidup saya dari satu hari kemarin sampai dini hari ini. Dalam perjalanan yang saya pikirkan saya harus berbagi dengan anda tentang diri saya dan tentang perjalanan bisnis saya.
Malam begitu pekat, bintang hanya muncul satu-satu ketika saya keluar dari kontrakan di Villa Idaman. Pukul 22.00 Wib saya keluar rumah. Perjalanan ini memang sudah saya rancang dari segi waktunya. Target saya menemui kedai-kedai yang hendak menawarkan percetakan kepada saya. Kedai Da Yal di gang perumahan sudah ramai orang bermain batu domino ketika saya lewat.
Orang-orang melihat sekilas ketika saya mengklakson. Mereka sudah terbiasa melihat saya keluar malam dengan setelan tas dan baju kemeja seperti orang pergi kerja. Biasanya saya mengenakan jas. Sekarang saya tidak mengenakan jas.
Keluar jalan berbatu sepanjang 500 meter, saya bertemu dengan simpang RSUD Rasidin. Pas di simpang jalan, 10 meter arah ke by pas, saya menawarkan jas percetakan spanduk saya yang pertama malam ini. Sukses besar tidak diterima, kecuali ditatap dengan tatapan aneh di tengah malam. Masih ada rupanya orang yang promosi di tengah malam. Siapa lagi kalau bukan saya.
Tidak masalah. Saya malam ini mempunyai energi yang cukup besar. Karena perjalanan ini memang sudah saya rencanakan semenjak tadi siang. Kalau orang bekerja dari jam 8 sampai jam 4, kenapa saya tidak bekerja dari jam tujuh sampai jam 10 malam. Walaupun malam ini saya baru keluar lagi jam 10 malam sampai jam yang tidak menentu.
Seperti prinsip Cina, mulai bekerja sebelum matahari terbit, berhenti setelah matahari tenggelam, untung sedikit asalkan pesanan banyak. Saya memasuki jalur by pas, berjalan menelusuri by pas selatan. Menemui pelanggan-pelanggan yang tak lain adalah orang-orang kedai di sepanjang jalan by pas.
Penyakit saya kembali kambuh. Saya melewatkan beberapa kedai yang saya anggap tidak potensial untuk membeli jasa dagangan saya. Beruntung nasihat Oktavianus masih hangat dalam kepala saya. Saya kembali ke belakang, menemui orang-orang kedai.
Ternyata memang Tuhan menepati setiap janjinya. Klien pertama saya malam ini adalah kedai yang sebelumnya saya lewatkan karena saya anggap tidak potensial. Pak Khairul, nama si pemilik kedai. Nama istrinya Yet. Keyakinan saya besar, malam ini proyek saya akan dibeli. Bersama Pak Khairul ada Da Buyuang.
"Jurusan Anda S.Pd.I. Tidak sesuai dengan kerjaan anda. Harusnya sesuai pekerjaan dengan bidang." Saya akui dada saya panas mendengarkan sindiran itu. Tetapi Anda perlu ingat sindiran itu itu hanya penguji mental pertama anda. Jujur saya keluar malam ini menjual jasa aya, salah satunya untuk menciptakan bahan tulisan perjalanan bisnis saya yang perlu saya bagikan dengan Anda. Saya harus benar-benar siap dengan sindiran.
"Ya." Saya mangguk. Saya menyetujui usulannya dia dalam kepala saya. Saya dengarkan. Buyuang menceritakan tentang dirinya, tentang kebanggaan dia bertemu dengan saya. Kini anggapan negatif saya berubah menjadi anggapan positif.
Sekarang saya mengerti, bahwa sebenarnya di balik kata-kata orang-orang yang pertama kali anda temui, ada solusi yang sangat jujur yang membuka Anda. Buyuang membukakan mata saya. Saya mencatat kata-katanya.
"Kejar ke mana arah jurusan kuliahmu. Jangan jadi pegawai negeri. Biarkan keahlianmu yang mengejarmu," ujar Buyuang. Inilah nasihat jujur yang tidak akan saya dapatkan di bangku perkuliahan, ini hanya saya dapatkan di kedai-kedai pelanggan saya.
"Kapanpun Ali mau bercerita dengan saya, saya siap. Satu hal pesan saya, tepati janji." Ini bukan kata guru saya, ini kata pelanggan saya yang menjadi guru sesaat saya. Mereka para guru yang benar-benar jujur dalam mengajari bisnis saya. Saya bertemu dengan Oktavianus, saya bertemu dengan Buyuang, mereka memberika hasil dari pengalaman mereka yang berharga. Pengalaman yang berupa kesimpulan dari perjalanan bisnis mereka.
Malam ini saya mendapatkan proyek pertama saya. Cetakan spanduk 4 meter. Benar kata Tuhan, dirikan salat dan bertebaranlah di muka bumi ini, pasti Allah kasih rizki dari pintu yang tidak terduga-duga. Saya telah membuktikannya. Buyuang membagi banyak pengalaman yang berharga dengan saya tanpa saya minta. Guru saya hari ini adalah kedai dan jalan-jalan. Saya benar-benar bersyukur mendapatkan hasil jerih payah untuk malam ini.
Siang tadi saya mencetak kartu nama dengan untung nol. Saya memang rugi dari uang, minyak motor saya habis, waktu saya habis, tetapi saya beruntung dari segi jaringan. Jaringan saya bertambah luas. Malamnya Tuhan jawab dengan kesungguhan saya untuk berjalan dari kedai ke kedai. Bertemu Ni El yang ingin memberikan nama bengkelnya dengang 'Bengkel Wanita" karena memang yang bekerja di bengkel memang hanya wanita.
Bukankah bisnis itu begitu humoris. Apakah anda setuju dengan saya. Saya setuju dengan Pak Muslimin pengusaha konveksi, klien saya berikutnya yang membuat saya dan dia saling curhat dari setengah dua belas malam sampai jam 2.30 subuh.
"Bisnis itu harus ada humor," ujar Pak Muslimin. "Kalau nggak ada humor jadi kaku." Ya, Pak Muslimin telah menguji saya dengan pemaparan-pemaparan harga cetak rekan-rekan beliau yang jauh lebih murah dari harga cetak saya. Saya tidak bisa berkata. Pak Mulimin katakan bahwa dia bisa mencetak dengan harga murah di tempat lain, saat itu nyali saya ditanya apakah akan maju atau ciut.
Sekali lagi saya bertahan, saya memang kalah dari segi harga, tetapi saya mempunyai keinginan untuk merubah hidup saya. "Bukan merubah, tetapi memperbaiki lebih baik lagi," ujar Da Buyuang. Begitupun Pak Muslim, beliau ternyata sengaja menguji nyali saya apakah saya benar-benar sungguh atau hanya sekedari mencoba-coba.
Tuhan memang selalu menciptakan peluang dalam setiap usaha dan kerja keras. Pak Muslimin bercerita panjang tentang politik, ekonomi, ketatanegaraan, yang satu sama lainnya saling mendukung dan tidak pisah dipisahkan. Kami bercerita panjang lebar. Satu hal yang saya simpan dalam memori saya setelah pulang, saya mempunyai jaringan dengan salah satu perusahaan konveksi terbesar di Sumbar.
Jaringan memang adalah jantung dari bisnis. Dalam jaringan mesti ada politik yang bermain. Hal ini nasihat yang saya dapatkan dari Pak Muslimin. Saya benar-benar mensyukuri perjalanan saya malam ini, meskipun saya harus kembali menahan rasa kantuk untuk menulis artikel ini. Saya benar-benar bangga, saya mempunyai hidup saya mesti saya syukuri.
Seperti prinsip Cina, mulai bekerja sebelum matahari terbit, berhenti setelah matahari tenggelam, untung sedikit asalkan pesanan banyak. Saya memasuki jalur by pas, berjalan menelusuri by pas selatan. Menemui pelanggan-pelanggan yang tak lain adalah orang-orang kedai di sepanjang jalan by pas.
Penyakit saya kembali kambuh. Saya melewatkan beberapa kedai yang saya anggap tidak potensial untuk membeli jasa dagangan saya. Beruntung nasihat Oktavianus masih hangat dalam kepala saya. Saya kembali ke belakang, menemui orang-orang kedai.
Ternyata memang Tuhan menepati setiap janjinya. Klien pertama saya malam ini adalah kedai yang sebelumnya saya lewatkan karena saya anggap tidak potensial. Pak Khairul, nama si pemilik kedai. Nama istrinya Yet. Keyakinan saya besar, malam ini proyek saya akan dibeli. Bersama Pak Khairul ada Da Buyuang.
"Jurusan Anda S.Pd.I. Tidak sesuai dengan kerjaan anda. Harusnya sesuai pekerjaan dengan bidang." Saya akui dada saya panas mendengarkan sindiran itu. Tetapi Anda perlu ingat sindiran itu itu hanya penguji mental pertama anda. Jujur saya keluar malam ini menjual jasa aya, salah satunya untuk menciptakan bahan tulisan perjalanan bisnis saya yang perlu saya bagikan dengan Anda. Saya harus benar-benar siap dengan sindiran.
"Ya." Saya mangguk. Saya menyetujui usulannya dia dalam kepala saya. Saya dengarkan. Buyuang menceritakan tentang dirinya, tentang kebanggaan dia bertemu dengan saya. Kini anggapan negatif saya berubah menjadi anggapan positif.
Sekarang saya mengerti, bahwa sebenarnya di balik kata-kata orang-orang yang pertama kali anda temui, ada solusi yang sangat jujur yang membuka Anda. Buyuang membukakan mata saya. Saya mencatat kata-katanya.
"Kejar ke mana arah jurusan kuliahmu. Jangan jadi pegawai negeri. Biarkan keahlianmu yang mengejarmu," ujar Buyuang. Inilah nasihat jujur yang tidak akan saya dapatkan di bangku perkuliahan, ini hanya saya dapatkan di kedai-kedai pelanggan saya.
"Kapanpun Ali mau bercerita dengan saya, saya siap. Satu hal pesan saya, tepati janji." Ini bukan kata guru saya, ini kata pelanggan saya yang menjadi guru sesaat saya. Mereka para guru yang benar-benar jujur dalam mengajari bisnis saya. Saya bertemu dengan Oktavianus, saya bertemu dengan Buyuang, mereka memberika hasil dari pengalaman mereka yang berharga. Pengalaman yang berupa kesimpulan dari perjalanan bisnis mereka.
Malam ini saya mendapatkan proyek pertama saya. Cetakan spanduk 4 meter. Benar kata Tuhan, dirikan salat dan bertebaranlah di muka bumi ini, pasti Allah kasih rizki dari pintu yang tidak terduga-duga. Saya telah membuktikannya. Buyuang membagi banyak pengalaman yang berharga dengan saya tanpa saya minta. Guru saya hari ini adalah kedai dan jalan-jalan. Saya benar-benar bersyukur mendapatkan hasil jerih payah untuk malam ini.
Siang tadi saya mencetak kartu nama dengan untung nol. Saya memang rugi dari uang, minyak motor saya habis, waktu saya habis, tetapi saya beruntung dari segi jaringan. Jaringan saya bertambah luas. Malamnya Tuhan jawab dengan kesungguhan saya untuk berjalan dari kedai ke kedai. Bertemu Ni El yang ingin memberikan nama bengkelnya dengang 'Bengkel Wanita" karena memang yang bekerja di bengkel memang hanya wanita.
Bukankah bisnis itu begitu humoris. Apakah anda setuju dengan saya. Saya setuju dengan Pak Muslimin pengusaha konveksi, klien saya berikutnya yang membuat saya dan dia saling curhat dari setengah dua belas malam sampai jam 2.30 subuh.
"Bisnis itu harus ada humor," ujar Pak Muslimin. "Kalau nggak ada humor jadi kaku." Ya, Pak Muslimin telah menguji saya dengan pemaparan-pemaparan harga cetak rekan-rekan beliau yang jauh lebih murah dari harga cetak saya. Saya tidak bisa berkata. Pak Mulimin katakan bahwa dia bisa mencetak dengan harga murah di tempat lain, saat itu nyali saya ditanya apakah akan maju atau ciut.
Sekali lagi saya bertahan, saya memang kalah dari segi harga, tetapi saya mempunyai keinginan untuk merubah hidup saya. "Bukan merubah, tetapi memperbaiki lebih baik lagi," ujar Da Buyuang. Begitupun Pak Muslim, beliau ternyata sengaja menguji nyali saya apakah saya benar-benar sungguh atau hanya sekedari mencoba-coba.
Tuhan memang selalu menciptakan peluang dalam setiap usaha dan kerja keras. Pak Muslimin bercerita panjang tentang politik, ekonomi, ketatanegaraan, yang satu sama lainnya saling mendukung dan tidak pisah dipisahkan. Kami bercerita panjang lebar. Satu hal yang saya simpan dalam memori saya setelah pulang, saya mempunyai jaringan dengan salah satu perusahaan konveksi terbesar di Sumbar.
Jaringan memang adalah jantung dari bisnis. Dalam jaringan mesti ada politik yang bermain. Hal ini nasihat yang saya dapatkan dari Pak Muslimin. Saya benar-benar mensyukuri perjalanan saya malam ini, meskipun saya harus kembali menahan rasa kantuk untuk menulis artikel ini. Saya benar-benar bangga, saya mempunyai hidup saya mesti saya syukuri.