MERAWAT DIALOG PROSA

Oleh Alizar Tanjung 

Anda tentunya mencintai pembaca anda dan juga saya! Anda tentunya menginginkan dialog yang bernas dalam prosa anda dan juga saya! Anda tentunya menginginkan pembaca anda mendapatkan sesuatu dari dialog anda! Karena sejatinya para pengarang menginginkan dialog yang dia buat benar-benar dialog yang kuat secara bahasa, bernas secara kualitas. Tetapi tidak semua orang mampu menghasilkan dialog yang sesuai dengan apa yang dia inginkan. Terkadang dialog itu jauh keluar dari apa yang dia pikirkan. Sehingga setelah menuliskan dialog, timbul keputusasaan kenapa dialog menjadi tidak bagus begini.
Penulis-penulis yang berkonsultasi dengan saya sering mengeluhkan persoalan dialog dalam menulis prosa. Mereka mengutarakan, “mengapa saya tidak bisa menghasilkan dialog yang baik”. Ada juga yang mengutarakan di antara mereka, “kenapa dialog-dialog saya biasa-biasa saja?” “Bagaimana cara menghasilkan sebuah dialog yang benar-benar menyentuh perasaan dan membuat pembaca tertegun?”
Dialog dalam sebuah cerita. Tentunya anda ketika membaca prosa ataupun membuat prosa, anda akan menemukan yang namanya dialog. Terkadang dialog yang anda temukan adalah dialog simpel, terkadang dialog yang anda temukan dialog panjang, terkadang dialog yang anda temukan dialog filosofis.
Dialog membentuk kesatuan cerita dalam prosa. Sebab prosa ibarat gambaran sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan dramatisasi. Semakin pintar anda memainkan dialog, semakin kuat daya cerita anda.
Anda membaca prosa. Prosa itu mampu membuat anda tercenung ketika membaca dialog. Bahkan membuat anda bertanya-tanya kenapa sang penulis mampu membuat dialog yang demikian bagus seperti ini. Nah inilah daya tarik dari penulis yang benar-benar menguasai teknik dialog.
Sebenarnya membangun dialog dalam cerita tidaklah begitu rumit. Hal ini hanya membutuhkan kepiawaian anda untuk memainkan logika anda, membaca karakter tokoh, dan psikologi tokoh anda. Perhatikan dialog berikut:
"Pulang. Pulang ke tanah negeri Kita."
"Perang belum usai. Kita harus tetap bertahan kalau masih ingin hidup, Mar. Bersabarlah!"
"Setiap hari darah berceceran. Sampai kapan rantai ini akan putus!"
"Sampai perang dalam diri manusia berhenti, Mar. Selama hasrat masih berperang, maka darah akan terus berceceran."
Ya, ini salah satu bentuk dialog yang saya bangun. Anda tentu sudah membaca dialog ini. Apa yang anda rasakan. Apakah anda merasakan ketakutan. Ataukah anda merasakan kebahagian. Atau apakah anda merasakan kesedihan. Ataukah anda dibuat menjadi skeptis.
Dialog yang baik mampu membikin pembaca merasakannya, pembaca bisa tertawa, pembaca bisa menangis, pembaca bisa tersenyum, pembaca bisa kesal, pembaca bisa sedih ketika pembacanya. Tergantung konteks cerita dan cara menyampaikan dialog.
Anda pernah membaca Snow karya Orhan Pamuk, anda pernah membaca The Killa a Mockingbird. Karya-karya ini mempunyai daya pikat dialog. Dialog yang digunakan si pengarang membuat cerita ini menjadi hidup dan berenergi. Hal ini membuktikan bahwa si pengarang membangun entitas dalam dialog-dialog mereka.
Anda memang harus pintar-pintar membangun dialog. Anda memang tidak harus langsung jago membuat dialog. Anda dapat memulai dengan dialog-dialog sederhana terlebih dahulu.
"Ray memutuskanku. Dia bilang aku tidak cantik. Memang apa kurangnya aku daripada si Nina yang berhidung pesek. Raya malah memilih dia. Aku benci. Benci. Benci."
Nah, hal yang senada dengan hal ini mungkin saja keluar dari sekeliling anda. Anda bisa mengamati dari mereka. Mengamati teman anda yang lagi galau. Teman anda yang lagi curhat. Atau teman anda yang lagi ngomel sendiri ketika dia menangis.
            Ada beberapa hal yang dapat anda perhatikan menciptakan dialog untuk tokoh prosa anda:
Pisahkan dialog penting dan yang tidak penting
Dialog yang tidak bernas yang kita hasilkan dalam karya kita tidak terlepas dari pengetahuan kita terhadap penguasaan kehidupan di sekitar kita. Banyak dialog-dialog yang tidak mesti seharusnya masuk dalam sebuah cerita, tetapi si pengarang belum mengerti bagaimana memisahkan mana dialog yang harus dimasukkan dan dialog yang mana yang harusnya tidak dipakai.
Mengapa dialog anda biasa-biasa saja? Perhatikan karya anda itu apa benar karya anda sudah anda edit dengan semaksimal mungkin. Barangkali anda masih dalam bentuk draf mentah. Komposisi dialog anda apakah sudah benar-benar menyatu dengan keseluruhan cerita atau sebenarnya anda memaksakan memasukkan dialog dalam cerita anda.
Perhatikan dialog-dialog di sekeliling anda
Dialog yang kita hasilkan dalam setiap prosa kita tidak terlepas dari perenungan kita terhadap dialog-dialog yang bertebaran dalam kehidupan sehari-hari. Dialog-dialog itu dapat muncul dari orang-orang dari sekeliling kita. Dialog-dialog itu dapat muncul dari pengamatan kita terhadap benda-benda mati. Dialog-dialog itu bisa muncul dari penonton tv. Dialog-dialog bernas itu juga bisa muncul dari bahan bacaan kita.
Perhatikan dialog-dialog yang bertebaran di sekeliling anda. Dialog-dialog yang bernas itu ada sensasi rasa. Dia tidak hanya sekedar menempel seperti parasit, tidak ada gunanya. Buat dialog anda menjadi bernas dengan mempelajari dialog-dialog yang bertebaran disekeliling anda.
Karakter Tokoh
Kenali karakter tokoh anda ketika anda menciptakan dialog antar tokoh. Tokoh-tokoh anda dia seperti manusia di kehidupan nyara. Setiap karakternya akan mempengaruhi kata-kata yang keluar dari mulutnya. Karakter tokoh yang cuek, dialog-dialog yang muncul akan lebih cendrung juga cuek. Karakter tokoh yang keras dialog-dialog yang keluar akan lebih cendrung tegas. Karakter tokoh yang pemarah, dialog-dialognya akan cendrung lebih emosional. Sedangkan karakter tokoh anda yang humoris, dialog-dialog yang dia keluarkan akan lebih cendrung humoris, bahkan membuat anda terpingkal-pingkal.
Psikologi tokoh
Setiap tokoh yang berdialog dia mempunyai pengalaman hidup sendiri. Anda mempunyai tokoh yang memang hobinya menebarkan cinta, dialog-dialognya tentu akan lebih romantis. Jiwanya dipengaruhi oleh kehidupan yang lebih melankolis. Anda mempunyai tokoh sebagai anak-anak dialog-dialog yang keluar tentunya juga sesuai dengan umurnya sebagai anak-anak dan pengalaman hidupnya sebagai kanak-kanak.
Psikologi tokoh mempengaruhi dialog yang dihasilkan dalam setiap prosa anda. Psikologi anak-anak yang rumahan tentu berbeda dengan psikologi anak-anak yang hidup dibawah bantiran sunga, cara bicaranya juga akan berbeda, efek kata yang dia ucapkan juga berbeda.
Psikologi tokoh yang hidup di kota dan yang hidup diperdesaan tentunya berbeda. Daya pikat dialog dan susunan kalimat mereka juga berbeda. Penulis benar-benar dituntut untuk mengenali psikologi setiap tokoh yang mereka ciptakan sendiri.[]
Lebih baru Lebih lama