Air matamu jatuh juga. Hujan tidak saja
hanya jatuh dari langit. Hujan jatuh dari matamu. Mengalir dengan begitu tenang
seiring dadamu yang teguncang. Akhirnya ada juga perpisahan. Setiap pertemuan
selalu menyimpan kesempatan untuk perpisahan. Dan matamu begitu sembab. Aku
tidak bisa untuk menghentikannya, lebih baik begitu, dari padaku aku harus
membiarkanmu menangis setelah kepergianku. Menangislah sepuasnya yang kamu
ingin. Di sela tangis itu kamu paksakan tersenyum. Meski senyum itu tetap
menjadi sia-sia ketika dirimu tidak bisa memutuskan untuk tidak terisak.
“Tinggallah beberapa hari lagi.”
Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari bibirmu di antara isak tangis. Ingin
aku menenangkanmu dengan merangkulmu ke pelukanku. Tidak, tidak aku lakukan
semua itu. Aku masih tahu batasan dalam perpisahan ini. Jangan sampai aku
semakin memperdalam kesedihan yang ada dalam dadamu. Kemudian kau mengatakan
hati-hati nantiknya di jalan, jangan lupa makan, terus kabari aku kalau Mas
sudah sampai di Jakarta.
“Aku yakin Mas akan melupakanku setelah
sampai di Padang.” Itu bagian kata-kata yang tidak aku inginkan keluar dari
mulutmu. Perkataan orang-orang yang dilanda kasmaran memang sering keluar dari
apa yang diharapkan. Hanya kau cintaku, bagaimana mungkin aku akan melupakanmu.
Aku jauh-jauh datang dari pulau seberang, menempuh perjalanan dua hari tiga
malam, hanya untuk menemui kekasih hati. Kau orangnya kekasih hatiku. Sebab itu
pula aku persembahkan tulisan ini untukmu. Hanya untukmu yang pernah singgah di
hatiku.
Lagi-lagi perpisahan kita di tengah
hujan yang hampir lebat. Hanya ada beberapa kendaraan motor yang parkir. Dan
orang-orang yang keluyuran di tengah hujan. Jauh di depan, di jalan menanjak di
depan stasiun kereta, kereta motor lewat setiap sepersekian detik. Kemudian aku
mengatakan kepadamu janganlah menangis lagi. Tangismu membuat aku tidak mampu
untuk menggerakkan kaki ini untuk membelakang darimu.
Kau menatapku dengan amat takzim.
Seolah kita sudah begitu lama bertemu, rasanya tidak mungkin ada sesuatu hal
lain yang akan memisahkan kita. Kau katakan baik-baik selama perjalanan, jaga
hati kita yang sudah saling bertemu. Tentu akan aku jaga hatimu, tentu pula kau
harus menjaga hatiku. Aku memang pulang ke Padang, tetapi hatiku tetap tinggal
bersama hatimu.
Biarkan saja orang-orang yang
mendengarkannya mengatakannya lebay. Kau meluruskan posisi tutup kepalaku yang
menyatu dengan baju. Aku yakin kau sebenarnya ingin menyentuh pipiku, merasakan
dinginnya. Kemudian kita sama-sama tidak melakukan apa-apa. Mungkin ini
pertemuan terlucu saat kita tidak saling meninggalkan kecupakan di kening dan
pipi masing-masing. Biarkan dia terus berkesan dalam kenangan kita.
ALIZAR TANJUNG I 20/05/15
