APA KABARMU CINTA



Apa kabarmu cinta? Apakah dirimu sudah mendapatkan kabar pesan terakhir dariku? Kabar sebentar lagi aku sampai. Dan kotamu sedang menungguku di stasiun terakhir perhentian bus ini. Apakah kau sedang siap-siap menjemputku, seperti katamu. “Nantik kalau sudah sampai, sms ya Mas. Jangan sampai lupa.”
“Aku mungkin akan malam sampai di sana?”

“Pokoknya Mas harus SMS. Awas kalau enggak.”

“Iya, Sayang, entar aku sms.”

Bus melaju dengan cepat, hari berlalu dengan cepat, waktu pergi dan menjauh. Pertemuan semakin dekat. Aku mengingat kapan pertama kali kita berkiriman pesan. Kau pura-pura salah telpon. Menyebut namaku dengan nama yang tidak aku kenal. Kemudian aku berbalik menelpon.

“Maaf saya … Ini dengan siapa?” Aku harus berlari keluar lokal kampus untuk menelpon balik. Jarang-jarang orang yang salah telpon ke nomorku. Mojok di sudut kampus, kemudian menelponmu adalah pilihan terbaik yang aku lakukan.

“Maaf aku mengganggu ya,” ujar suara perempuan di belahan pulau sana. “Maaf ya Mas.”

“Enggak. Enggak mengganggu kok,” ujarku menenangkanmu agar dirimu tidak buru-buru menutup telponku. Kemudian aku menanyakan dari mana dapat nomor telponku. Engkau jawab dari biodata yang tertera di antologi cerpen.

“Aku juga salah satu peserta lomba. Aku masuk di esainya. Mas masuk di cerpennya.”

“Oh ya.”

“Baru Mas yang mengangkat telpon. Aku salup. Teman-teman yang aku telpon yang ada nomornya di sana, tidak ada yang mengangkat,” ujarmu dengan antusiasnya. “Mas orangnya rendah hati.” Hatiku luluh kalau sudah dipuji seperti itu. Siapa laki-laki yang tidak luluhnya hatinya kalau dipuji terus.  Pembicaraan itu adalah awal dari perjalanan cinta yang panjang. Setelah itu hampir setiap saat kita telponan. Kau menanya kabarku. Aku menanya kabarmu. Kau bertanya tentang bagaimana kuliahku. Aku bertanya tentang bagaimana kuliahmu. Kau bertanya apakah aku sudah makan atau belum. Aku bertanya apakah kau juga sudah makan atau belum. Kau bertanya apakah ada perempuan lain yang sedang aku sukai. Aku bertanya apakah kau sudah punya pacar atau belum. Kemudian aku meminta dirimu mengirimkan foto kepadaku. Kau belum mau memberikannya. Aku mengujarkan cinta kepadamu berulang kali, berkali-kali pula kau meminta waktu untuk meyakinkan diri. Sampai waktu yang ditunggu itu tiba. Kau menerima cintaku.

“Apakah Mas masih juga akan mencintaiku setelah melihat fotoku nantinya. Aku orangnya jelek. Pendek. Banyak wanita yang lebih cantik dariku.” Kau meyakinkan semua itu kepadaku. Dan aku meyakinkan pula semua itu kepadamu, bahwa aku mencintaimu bukan hanya karena cantik, tetapi juga karena agamamu. Dirimu anak pesantren. Sedangkan aku anak sekolah agama biasa. Tentunya agamamu lebih dalam dariku, pemahamanmu tentu lebih luas dari padaku.

“Aku mencintaimu, karena agamamu.” Berbagai alasan aku kemukakan. Hatimu kemudian luluh juga. Kau terima cintaku. Betapa aku menjadi sangat bahagia. Kehidupanku seperti baru, meluap-luap dengan senyum yang tidak terbendung. Inilah yang dinamakan cinta. Aku merasa terbang ke awan. Berhembus dari barat ke timur.


ALIZAR TANJUNG I 18/05/15
Lebih baru Lebih lama