Bagaimana kalau tiba-tiba kita
berpisah. Orang tuamu tidak setuju dengan keberadaanku. Kita berbeda dalam hal
pemahaman. Orang tuamu lebih cendrung ke pemahaman NU. Sedangkan tempatku
berada lebih cendrung ke pemahaman muhammadiyah. Kau mengutarakan ini sudah
sejak lama kepadaku. Dan aku memikirkannya sampai berhari-hari tanpa kamu
ketahui segala sesuatu yang awalnya kita anggap biasa, menjadi persoalan rumit
dalam kepalaku. Banyak hal perbedaan dalam hal pemahaman, meski juga banyak
kesamaan.
“Aku mengkhawatirkan Bapak Mas. Aku
harus meyakinkan Bapak, Mas.” Dua kalimat ini dua kalimat yang engkau katakan
pada telpon yang sudah tidak terhitung pada menelpon ke berapa. Jantungku
merasa sakit. Aku sudah tidak sanggup memikirkan kisah-kisah roman picisan yang
selalu saja ada sebab yang membuat meratap-ratap untuk memisahkan dua orang
kekasih yang saling jatuh cinta serupa dua ekor angsa putih memadu kekasih di
tengah kolam.
Bagaimana kalau tiba-tiba kita dipisahkan
jarak yang sudah tidak memungkinkan lagi aku dan dirimu bertemu. Aku tiba-tiba
menjadi orang miskin seperti kebanyakan dalam roman. Kemiskinan membuat aku
tidak bisa berbuat apa-apa. Dan engkau dihukum oleh permintaan orang tua kaya
untuk menikah dengan lelaki pilihannya. Aku harus merana sepanjang hari
menanggung beban perpisahan, meski kau mengatakan meski badan berpisah hatiku
selamanya milikmu.
Bagaimana kalau tiba-tiba cintaku
hilang kepadamu, aku menjadi bosan denganmu, meski dirimu merajukku untuk ke
seratus kali. Cintaku tetap saja lenyap darimu. Atau tiba-tiba cintamu hilang
dariku. Entah sebab apa, dirimu tiba-tiba saja bosan melihat fotoku untuk
jangka waktu panjang, tiba-tiba muak mendengar suaraku yang selama ini kau
kagumi, tiba-tiba kamu menganggap pesan-pesan yang aku kirimkan lebay dan
membosankan.
Cinta memang selalu begitu, membuat
terlalu banyak kira-kira dalam kepala. Memutuskan jatuh cinta sama halnya
dengan memutuskan menumpuk kira-kira dalam kepala. Karena kira-kira itu pula
tiba-tiba kita saling diam, tiba-tiba kita saling cemburu, tiba-tiba kita
saling tidak berbalas pesan. Tiba-tiba kita tidak saling telponan. Hanya karena
hal kecil kita harus bertengkar berhari-hari. Saling menutup komunikasi
masing-masing untuk sementara waktu. Dan saling merenungkan diri. Kemudian kita
telponan lagi, sms-san lagi, chattingan lagi.
Ah, betapa lucunya kita saling jatuh
cinta. Sedang apa kau sekarang. Kalau kau sedang membaca tulisan ini,
tersenyumlah kepadaku. Tersenyum dengan setulus hati. Sebab di sini aku sedang
tersenyum kepadamu.
ALIZAR TANJUNG I 24/05/15
