SATU HARI YANG MENGINGATKAN


Sudah tahun ke berapa kita tidak saling bertegur sapa, tidak saling sms-san, tidak saling chattingan, tidak saling telponan. Hanya ada hari-hari melihat foto dan membuka add terakhirmu sembari mengurut dada bidang yang sakitnya di dalam. Kau tiba-tiba memilih orang lain dan aku membuktikan salah satu kira-kira yang pernah kita tuturkan. Kira-kira bagaimana kalau kita tiba-tiba tidak saling bertemu? Aku sudah membuktikan sesuatu yang kita anggap dahulu hanyalah rasa takut belaka. Tiba-tiba sekarang aku benar-benar mengalami rasa takut itu.

Kalau begitu masihkah aku anggap cinta ini sesuatu yang membahagiakan? Entahlah. Aku tidak berani lagi untuk menjawabnya. Cinta yang dahulu kita anggap amat romantis, bahkan tidak bisa dirampas orang lain, sekarang dirampas oleh masa lalu. Masa lalu menguburkan harapan tentang memadu cinta sampai tua. Masa lalu mengaburkan bayangan tentang anak-anak kita yang tidur dalam gendonganmu, dan aku sibuk menceritakan tentang sanggar lukisan yang kita siapkan untuk mereka, ruang piano khusus yang kita design untuk salah satu dari anak kita, galeri tulis untukku mengerjakan novel-novel yang belum selesai. Tiba-tiba tentang rencana masa depan bersamamu menjadi kabur, kemudian abu-abu digilas oleh waktu yang memisahkan cinta.

Lalu suatu hari itu di suatu pagi di lereng Gunung Talang, di antara ladang tomat dan ladang kacang buncis, menikmati pemandang gunung talang, dan angin sejuk dari timur, kau menelponku. Kau kembali mengujarkan hanya sekedar ingin mendengarkan suaraku.

“Kenapa?”

“Aku suara Mas.”

“Apa yang spesial dengan suaraku?”

“Suara Mas spesial. Aku suka.”

Kenapa kau tidak menikah saja dengan suaraku, biar lengkap penderitaanku yang kau tanamkan dalam tahun-tahun yang berlalu.  Suaramu masih seperti dulu. Aku tahu kau merindukan aku, tetapi apa gunanya kalau rindu itu sekarang sudah menjadi milik orang lain. Air mataku berderas dan suaraku tetap seperti orang bahagia bicara denganmu. Aku menanyakan tentang kabarmu, tentang kabar pasanganmu yang baru, tentang kabar bapakmu. Ketika kau tanya kabarku, aku katakana aku sangat baik. Meski sebenarnya bertahun-tahun ini tidak baik.

Biar aku simpan sendiri kesedihan ini, hari, bulan, dan tahun, telah mengajarkanku bagaimana cara merawat luka dan rindu secara bersamaan, bagaimana cara memadamkan cinta yang selama ini membara. Aku sudah terbiasa dengan bayangan-bayangan kebiasaan masa lalu dari kebersamaan kita. Aku sudah terbiasa dengan dirimu yang berjarak dalam tahun-tahun yang panjang. Lebih baik begitu. Untuk itu tersenyumlah untukku.


ALIZAR TANJUNG I 24/05/15
Lebih baru Lebih lama