GERIMIS YANG DATANG DAN YANG PERGI


Gerimis yang datan
g dan yang pergi. Ada selalu kehidupan yang datang dan selalu bagian yang pergi dari bagian dari kita, entah esok entah lusa. Hujan di luar masih seperti itu saja. Dan senyum kita masih sebahagia pertemuan kita untuk pertama kali, malam kemarin. Aku mungkin adalah gerimis yang datang dan yang pergi itu, seperti gerimis di luar kedai rumah makan padang ini. Berkali-kali melihat keluar rumahmakan lesehan ini, yang tampak hanya gerimis dan kabut  tipis yang menutupi jalan.

Ah, betapa indah gerimis ini. Sebagai gerimis dia datang kepada siapa saja yang ingin dia datangi. Tidak peduli di mana dia berada. Saat dia turun makan turun jugalah dia. Sebagaimana juga cinta yang kita pupuk dalam dada masing-masing, tidak ada yang mengundangnya, dia datang sendiri kepada kita. Dan sekarang aku berada di samping cinta, di sampingmu, di samping tokoh cerita-cerita kita tempo hari. Betapa nikmatnya nasi ini disuap meski pakai kecap, berlainan dengan lidah orang Padang.

Kau mengibaskan pelan tepian bajumu yang basah. Dan berkali-kali menatapku dengan tersenyum. Menyapaku dengan lembut. Sapaanmu membuat aku tenang. Begitulah cinta, sapaan saja sudah membuat kita nyaman. Aku mengharapkan itu terus berlanjut sampai ke pintu cahaya yang sama-sama kita inginkan. Sungguh, aku mendambakan itu. Adakah engkau mendengarkan suara hatiku, kalau engkau tidak mendengarkan suara hatiku, suatu saat engkau bisa membaca dari tulisan ini, tulisan khusus untukmu cintaku.

Apa yang kau pikirkan sekarang, apakah tentang bahtera yang di dalamnya membawa orang yang saling mencintai. Akulah cinta itu. Dan kali ini aku mohon kepadamu jangan mengatakan aku lebay. Sungguh inilah cinta yang membuat aku mabuk dalam rindumu. Kemudian rinai diluar sekali-kali menyapa wajahmu dan wajahku. Kita-kita pura-pura dingin dan merapatkan baju masing-masing. Aku ingin memelukmu, aku ingin menghangatkan badanmu yang dingin, biar terobati segala rindu dari kota yang jauh.

Kau berkali-kali mengingatkanku untuk menghabiskan nasinya seperti halnya aku juga berkali-kali mengingatkanmu untuk menghabiskan nasinya. Kemudian kita saling menggerutu mengapa kita tidak menghabiskan nasi kita masing-masing. Tetapi di situ pula perhatian semakin tumbuh, semakin berbuah. Kemudian kita kembali memandang jalan. Memutuskan mungkin sudah saatnya meneruskan perjalanan, perjalanan ke mana hati senang dan ke mana kaki membawa.

Kita kembali membelah hujan rinai di bawah pohon-pohon kota yang rindang. Di sini pohon kota tumbuh dengan tertata rapi. Jalan-jalan cukup lapang. Dan kita kembali melanjutkan perjalanan ini dengan cukup tenang.

           
ALIZAR TANJUNG I 19/05/15
Lebih baru Lebih lama