Maafkan aku membuatmu menunggu untuk
pertemuan ini, setelah dua tahun ini kita tidak bertatap muka dan memberikan
kecupan di keningmu. Bagaimana kabarmu setelah dua tahun ini menahan dindu
untuk menyentuh pipiku dengan tanganmu yang halus? Apakah dirimu masih ingin
mengatakan apa yang berani sekarang aku lakukan untukmu? Percayalah, aku masih
yang dulu, yang lugu, yang gerogi ketika sudah bertemu dengan dirimu, meski
diluar bawaannya tenang, tetapi di dalamnya seperti terjadi gempa 8 SR.
Hari ini datang lagi di kotamu. Tidak
banyak yang berobah, kecuali pembangunan gedung baru kampusmu. Jalan-jalan
masih sedingin dulu. Kota masih juga curah hujannya tinggi. Rumah-rumah masakan
padang semakin ramai. Dan dirimu masih secantik dulu. Aku datang dalam agenda
kepenulisan, penghargaan sebagai nominasi. Aku datang bela-belaan karena aku
ingin bertemu denganmu. Jangan khawatir sekarang aku tidak lagi khawatir akan
tersesat. Tersenyumlah, tersenyum yang manis, Sayang.
Aku rindu samamu, rindu yang tidak bisa
aku tahankan. Sekarang tidak akan aku sia-siakan kedatanganku bertemu dengan
dirimu. Acara helatan memang sedang berlangsung di auditorium kampus STAIN Purwokerto.
Para penulis itu bergembira ria membacakan puisi. Aku gunakan kesempatan ini
untuk bertemu dengan dirimu. Jangan menangis, percayalah, aku ada di sini
untukmu. Menyediakan dadaku yang bidang untukmu. Jangan menangis, kalau dirimu
menangis akan kelihatan semakin cantik.
Ayolah kita jalan.
“Iya mas,” jawabmu pelan dan berat,
rindu dan gembira.
Kita menelusuri kotamu dengan berjalan
kaki, amat pelan. Kita menikmati setiap langkah dengan cerita tentang kabarmu,
kabarku, aktifitasmu, aktifitasku. Berjalan beriringan masih saja dengan tidak
berpegangan tangan meski aku sangat ingin memegang tanganmu. Aku masih seperti
dulu, orang yang lugu tentang bagaimana cara menggenggam tanganmu. Biarkan aku
tetapi begitu, karena suatu saat nantik tidak hanya tanganmu yang aku genggam,
bahkan dirimu pun akan aku gendong.
Kita saling pandang dan saling
tersenyum.
“Kenapa pandang-pandang, Mas,” ujarmu
menggodaku.
“Karena kamu memang cantik,” jawabku.
Kemudian kita saling sikut dengan romantisnya. Ah betapa indah malam meski
sudah lewat tengah malam, betapa sejuknya angin malam ini, betapa menariknya ujung
jilbabmu yang ditiup angin, betapa tenangnya detak jantungku.
Dari kejauhan suara acara diskusi di
auditorim benar-benar tidak sudah tidak terdengar. Dan bersitatap sangat lama.
Tidak mengatakan apa-apa. Hanya sama-sama menyimpan sesuatu dalam bola mata
yang berkunang-kunang rindu. Dua hari lagi aku memang akan pergi lagi. Lupakan
dua hari yang akan datang itu. Aku ingin menikmati malam ini bersamamu, mari
kita nikmati perjalanan ini.
ALIZAR TANJUNG I 24/05/15