Tempo hari aku mengatakan kepadamu,
cinta tidak dipisahkan oleh jarak, waktu yang panjang menjadi amat singkat, dan
perjalanan itu tiba juga. Sedang mengapa engkau sekarang? Apakah masih sibuk
dengan rutinitas kuliah dan cerita seorang dosen yang ganteng yang mengalami
masa-masa pelit tentang cinta? Ataukah kau seorang bermenung sendirian di
kosan, membaca sms-sms kita yang berbalasan tadi pagi. Ataukah engkau sedang
membayangkan besok lusa kita sudah berjumpa di tanah perantauanmu.
Engkau tentu tidak menduga bahwa
seperti yang aku katakan bahwa jarak jauh itu amat dekat dalam hal ikatan cinta,
meski aku sendiri mulai meragukan kata-kataku setelah setahun menjalin LDR kita
tidak berjumpa. Yang hadir sebagai pelipur lara adalah kiriman foto-foto
terbaikmu; foto tentang adik kecilmu yang sok nakal, foto tentang rambutmu yang
hitam panjang meski belakangan engkalu sering mengeluhkan kenapa rambut mulai
gugur seperti bunga di musim dingin, atau semacam bunga kertas yang diterpa
angin, luruh dari tampuk. Engkau mengirimkan foto tentang perjalanan; foto di
dalam mobil; foto di dalam kampus dengan baju putih warna kesukaanmu yang
bercampur dengan kotak-kotak kecokletan, sebahagian lainnya bercampur kehitaman
di bagian lengan dan pusar.
Aku memulai perjalanan ke kotamu.
Menempuh perjalanan yang sebelumnya tidak pernah aku lalui. Kekuatanku hanyalah
kekuatan untuk bertemu dengan dirimu, bertemu dengan pegangan hati, meski nanti
harus berpisah lagi. Kesabaran dan ketenangan untuk tetap meyakinkanmu,
membuahkan hasil untuk bertemu, setidaknya untuk sekarang. Karena keyakinan
bertemu, aku mendatangimu, mendatangi dengan hati yang masih baru, dengan
keluguan yang lucu.
Aku membayangkan bagaimana rona wajahmu
saat bertemu dengan dirimu. Dirimu juga mengatakan kepadaku, apakah dirimu
tidak akan gugup nantiknya kalau bertemu dengan diriku. Aku yakinkan kepadamu,
bahwah aku tidak akan gugup. Aku akan tetap seperti biasa-biasa saja. Tentunya
mengenai hal yang satu ini aku bohong. Sedangkan sekarang saja hatiku gugup,
jantungku tidak tidak tenang, dan pikiranku melayang jauh bagaimana kalau
wajahku nantinya merona merah. Engkau tentu akan menertawakanku dan mengatakan,
“Itu kan, wajah Mas memerah.”
Ya mungkin wajahku akan memerah,
mungkin aku akan gugup, mungkin aku tidak bisa berkata apa-apa, mungkin aku
akan lupa dengan wajahmu. Tentu saja perkara lupa adalah persoalan yang
memalukan, sebab selama ini aku hanya mengenalmu lewat telpon, sms, dan kiriman
foto, tidak pernah mendapatkan kiriman video. Mungkin pula aku menjadi kecil di
hadapanmu, sebab ternyata dirimu adalah cinta yang luar biasa. Ah, biarkanlah
ingatanku tidak menghalangi pertemuan kita. Tunggu aku di kota tempat engkau
menuntut ilmu.
ALIZAR TANJUNG I 06/05/15