Waktu, tiba-tiba aku memikirkan waktu,
tentang waktu yang akhirnya tidak pernah sampai kepadamu. Bagaimana kalau waktu
dengan tiba-tiba menghentikan aku, dan aku pergi sebelum sempat melihat gerak
bibir dan putaran bola matamu yang selama ini aku hentikan. Memang aku sudah
berniat dan melaksanakan perjalan ke kotamu, tetapi waktu secara diam-diam
menghentikan, karena satu dan lain hal yang sama-sama tidak aku mengerti.
Tiba-tiba waktu membuat jarak semakin panjang, tidak pernah aku tempuh, dan
kita tidak pernah bertemu, sebab kita selama ni hanya menyalin LDR.
Aku berangkat dari kota. Angin
berhembus di luar jendela bus yang aku tumpangi ke kotamu. Sebelumnya aku sudah
menyeberangi pulau dengan pesawat. Menandah awan dari ketinggian untuk pertama
kalinya. Aku melihat pesona kabut yang seperti lapisan bumi warna putih yang
bisa aku tinggali. Aku seperti anak-anak kecil yang pertama kali melihat mainan
baru. Dan kemudian ingatanku kembali tentangmu. Semua tentang dirimu dan kota
yang belum pernah aku jumpai.
Mungkin saja waktu menghentikan aku di
pesawat ini, pesawat yang aku tumpangi, dan karenanya cinta kita harus berpisah
untuk selamanya. Mungkin saja waktu menghentikanku di dalam bus, karena satu
dan lain hal tiba-tiba waktu menghentikanku dengan menabrakkan mobil yang aku
tumpangi ini. Waktu bisa saja menghentikanku melalui orang-orang berlengan
kasar di terminal.
Waktu mungkin saja menggagalkan
pertemuan kita, menggagalkan rencana-rencana yang kita buat tempo hari, sebelum
hari di mana keberangkatanku membuat jarak menjadi dekat. Aku sudah
membayangkan tentang kecanggungan pertemuan, tentang kalimat pertama yang
keluar dari mulutku, “akhirnya kasih bertemu menemukan jarak yang jauh dalam
cinta yang dekat.” Aku sudah membayangkan rona wajahmu yang bahagia.
Membayangkan tentang taman-taman yang akan kita kunjungi, tentang kota hijau
yang penuh pohon di sisi kanan-kiri jalan. Waktu mungkin saja akan menggagalkan
semuanya. Dan rasa takut benar-benar sampai di ubun-ubun. Sepanjang perjalanan
hanya tentangmu.
Cinta memang terkadang memang
menimbulkan rasa penasaran yang berlebihan, rasa takut yang overdosis, rasa
cemas yang diluar kendali. Karena itu pulalah dia dinamakan cinta. Bagaimana
mungkin dikatakan cinta kalau tidak ada rasa takut kehilangan. Oleh sebab itu
cinta membutuhkan ketenangan dan kesabaran untuk menjalankannya. Dan rasa takut
itu menjadi yang tidak pernah terlupakan. Akhirnya kita bertemu, akhirnya kita
bertatap muka, saling menyapa, saling membahasakan isi hati masing-masing lewat
tatapan mata yang ganjil. Cinta memang tidak selalu harus dibahasakan, dia
diwakilkan sorot mata dan warna pipi yang langsung bersemu merah.
Ya, semua ini tentang waktu, tentang
detik, menit, jam, hari, bersamamu. Tentang jalan-jalan dan tempat-tempat yang
kita kunjungi. Kemudian kebersamaan kita berlangsung di antara detik ke detik,
menit ke menit, hari ke hari. Aku selalu mendambakan hal itu, Mendambakan
rindu, mendambahkan dirimu. Selalu begitu.
ALIZAR TANJUNG I 06/05/15