Saat aku menuliskan goresan ini
untukmu, Sayang, aku sedang mendengarkan A New Day Has Come yang dinyanyikan
Celino Dion. Lagu ini lebih sering mengisi hidupku beberapa waktu belakangan,
sebab kamu lebih sering tiada dalam hari-hariku. Barangkali aku mendengarkan
lagu karena seperti harapanku padamu akan selalu ada hari baru saat kita
bersama, saling bercerita, saling berbagi tentang kampung halaman, tentang
begitu indahnya masa kecil, tentang puisi yang tempo hari kita bacakan di
malam-malam hening. Aku merindukan kamu. Semoga kau baik-baik saja dalam
masa-masa panjang mendiamkanku tanpa kabar berita.
Kita sekarang seperti tebing dan aur,
bertolak belakang tetapi tidak pula berpisah. Terkadang kita seperti makhluk
asing yang tidak saling kenal mengenal, seolah kita tidak pernah bertemu
sebelumnya. Terkadang kita sampai tidak bertegur sapah selama berminggu-minggu,
kemudian pada minggu sekian satu di antara kita kembali mengirimkan permohonan
maaf kalau ada yang salah. Kita saling memaafkan, kemudian kembali saling
bertengkar, saling diam di minggu yang lainnya. Karena saling diam, aku dan kau
saling mengerti kekurangan masing-masing, biar esoknya tidak canggung satu sama
lain. Diam kita bukan bearti kita tidak saling cinta. Diamnya kita saling memberi
ruang kepada diri masing-masing untuk sendiri. Karena memang selalu ada ruang
privasi yang mesti tidak diisi satu sama lain.
Sedang kau sekarang Sayang. Sekarang
sudah minggu ketiga kita saling diam. Lebih lama dari minggu-minggu sebelumnya.
Kau tidak mengirimkan pesan. Aku tidak pula mengirimkan pesan. Bahkan kita
tidak saling berbagi status masing-masing di facebook. Biasanya kita juga
saling berkomentar satu sama lain meski hanya coment pendek, seperti kalimat “sok
romantic deh.” Aku membayangkanmu sedang duduk di jendela melihat camar
berterbangan saat magrib berkumandang. Camar-camar itu pulang ke sarang. Besok
dia akan kembali terbang menemukan kehidupan yang baru.
Aku membayangkan kita seperti camar
itu. Setelah kita puas bertengkar di hari-hari yang asing kita kembali ke rumah
yang kita angankan. Di sana ada kau yang sedang menungguku dan mengucapkan
selamat sore sembari menyambutku di depan pintu. Aku berharap aku adalah camar
itu dan kau adalah camar yang lain yang sama-sama pulang ke pintu rumah kita.
Esok saat pagi kita kembali saling berkicau tentang betapa jenakanya kita saat
bertengkar dan saling diam.
Bertengkar bukan berarti harus
berpisah, karena bertengkar adalah satu bagian dari perjalanan cinta yang
seharusnya semakin mempereratkan kita. Boleh saja kita bertengkar pada
minggu-minggu tertentu, pada musim-musim yang hangat, dan di musim lainnya kita
kembali pertengkaran. Karena aku percaya pertengkaran kita adalah pertengkaran
yang semakin mempererat cinta kita.
ALIZAR TANJUNG I 03/06/15
