MALAM PESERTA KELAS. MALAM INI, 9 JUNI 2015, PERTEMUAN KE 3 KELAS CERPEN. KTIA MEMBAHAS DIALOG. SETIAP PENANYA MEMPOSTINGKAN DIALOG YANG INGIN DIBAHAS DICOMENT. DISKUSI DIMULAI.

  • Alizar Tanjung (Diskusi malam ini baru bisa kita dimulai tepat jam 8 lewat 15 menit. Hal ini disebabkan jaringan internet yang sedikt ngadet di tempat saya.) Seorang penulis terkadang mengeluhkan soal dialog yang dia buat. Dia merasa bahwa dialog-dialog yang dia tampilkan sudah bagus, tetapi ketika dia baca dia merasa bahwa dialognya kok menjadi tidak enak. Terkadang dialog itu menjadi membuat dia malu sendiri. Sebenarnya terkadang bergantung kepada susunan kata dalam dialog kita, ketika susunan kata kita berantakan dialog menjadi ikut berantakan. Nah untuk membahas lebih dalam peserta diskusi silahkan mempostingkan dialog-dialog naskah di coment sekaligus bertanya.
    1 jam · Telah disunting · Suka · 2
  • Karunia Sylviany Sambas Kembali kutemukan hidangan menakutkan itu siang ini. Aku bergidik. Bergegas kulangkahkan kaki menuju kamar. Kupandangi langit-langit. Kelabat wajah Nara kembali menghiasi layar di depanku. Gadis berkerudung yang wajah beningnya memancarkan aura muslimah sejati. "Dia tak akan memandang laki-laki macam kita," ujar Azmi. "Bagaimana kautahu?" "Aku dan Nara udah sekelas dari SMP." Ini contoh narasi dan dialog dalam cerpen saya, Uda #Ali. Mohon maaf ngetiknya via hape.
    1 jam · Suka · 1
  • Nur Jihan Fadhila saat berjalan menuju ke rumah aku tak sengaja melihat fujiyama keluar dari apotik, dan membawa kantong yang berisi banyak obat[siapa yang sakit?] Fikiranku kini di penuhi oleh banyak pertanyaan. Entah mengapa perasaan ini seakan mendorongku untuk maju...Lihat Selengkapnya
    1 jam · Telah disunting · Suka · 1
  • Alizar Tanjung Karunia Sylviany Sambas I ALIZAR TANJUNG I ("Dia tak akan memandang laki-laki macam kita," ujar Azmi. "Bagaimana kautahu?" "Aku dan Nara udah sekelas dari SMP.".) Dialog ini menarik, lebih masuk ke persoalan cerita dari pada harus memulai berlama-lama alam dialog-dialog yang datar. Persoalannya pada paparan karunia adalah soal mendeskripsikan cerita yang kurang sampai. Gadis kerudung berwajah bening ini tidak tergambar dalam benak pembaca dia mengenakan kerudung warna apa, beningnya itu seperti apa, apakah kuning langsat, hitam manis, atau putih seperti bule karena dia darah campuran, atau sao matang. Nah ini barangkali Karunia Sylviany Sambas. Dialog lain yang mungkin dirimu bisa membuat sedikit lebih jenaka dengan dialog antar tokoh.
    1 jam · Suka
  • Alizar Tanjung Nur Jihan FadhilaI ALIZAR TANJUNG I (saya akan mencoba menjawab apa yang dirimu sampaikan dengan kembali mengolah dialog ini menjadi sebuah paragraf dalam versi saya. Dirimu bisa membandingkannya nantik.) Coba bayangkan menulis itu seperti menonton seb...Lihat Selengkapnya
    1 jam · Telah disunting · Suka · 2
  • Karunia Sylviany Sambas Saya memang belum baik dalam mendeskripsikan cerita, Uda. Baik. Saya akan belajat lagi. Maksud Uda dialog dan deskripsi di atas saya perbaiki lagi atau dialog dan deskripsi dalam cerpen lain, Uda?
    1 jam · Suka
  • Nurmasf Fiverthefunnys Kak ali, bagaimana kalau seperti ini. "Aku tidak mengerti, kau tahu itu kan?" "Bagaimana mungkin? Aku sudah lelah menjelaskan hal itu, Rayna." "Aku tidak bisa berpikir lagi, berikan hal yang simpel padaku." Ia hanya terdiam, mengerutkan keningnya. Kemudian senyum keangkuhan tersirat di bibirnya.
    1 jam · Suka
  • Aulia Maysarah Aku masih ingat anak kecil itu. Anak perempuan yang waktu pertama kali kutemui ia duduk memeluk lutut di pinggiran geladak kapal. Aku masih ingat, bagaimana reaksinya saat kusentuh bahunya untuk memberikan sushi kotakan yang kubeli di pinggir jalan pantai sehabis ia menangis. Aku bahkan masih ingat bagaimana ekpresinya saat mengucapkan terima kasih. Anak perempuan itu pasti sekarang sudah dewasa. Sama sepertiku. Tapi dua puluh tahun tak bertemu tak pernah mengurai ingatanku tentangnya. Rambut hitamnya yang kekuningan karena sinar matahari, kulitnya yang menggelap, juga matanya yang sipit. Kimiko. Pertanyaanku sekarang, apakah dia masih mengingat bocah laki-laki kurus yang mengajaknya bermain berhari-hari selama ia liburan di Izu dulu? Aku? Kubuka selembar surat untuknya yang tak pernah kukirimkan. Selembar surat yang menceritakan betapa aku amat mengagumi dan merindukan bocah perempuan itu. Selembar surat yang sama dengan berlembar-lembar surat yang bernasib berujung pada sebuah kotak di sudut kamarku. Tak pernah kukirim. Aku tak pernah tahu ia dimana, atau apakah aku akan bertemu dengan dia lagi. Hai Kimiko, Apa kabar? Langit Izu hari ini cerah sekali. Banyak burung camar berterbangan. Apa kau ingat ceritaku tentang manusia yang berubah jadi burung camar karena cintanya bertepuk sebelah tangan? Atau kau ingat bagaimana rasanya berlarian di atas geladak kapal yang bersandar? Kau pasti ingat kan, Kimiko? Kuharap kau tahu, aku merindukanmu, di sini… “Surat untuk gadis itu lagi? Sudah yang ke berapa?” sebuah suara menyentakku dari lamunan tentang gadis kecil itu. Kutongakkan wajah, ia menatapku dengan mata hitamnya yang entah kenapa terasa begitu mirip dengan Kimiko. Tetsuya. “Iya,” Aku menjawab ringkas. “Aku juga tak tahu ini sudah surat yang ke berapa, Tetsuya,” aku menjawab sambil membuang pandanganku pada camar-camar yang berterbangan di langit-langit, yang sesekali menukik mengambil buruan di permukaan air. “Kau tak lelah merindukannya?” Ia bertanya lagi sembari duduk di sampingku di bibir pantai. “Tidak.” “Walaupun dia tak mengingatmu?” Lagi-lagi ia bersuara. “Aku akan terus mengingatnya, bahkan walaupun ia tak pernah mengingatku. Kau pasti tahu bagaimana rasanya punya cinta pertama kan?” Aku bertanya balik padanya. Setelah kuucapkan itu, dia berhenti bersuara. Sama sepertiku, ia ikut menatap camar-camar yang berterbangan di bawah langit Izu yang cerah. mau coba nimbrung,
    1 jam · Suka
  • Alizar Tanjung Karunia Sylviany Sambas I ALIZAR TANJUNG I dalam menghasilkan sebuah cerita ada namanya tahap editing,yaitu kembali memperbaiki draf kasar yang sudah kita hasilkan. Maka saran saya perbaiki cerita yang sudah ada itu. Hidupkan cerita itu seolah dirimu bisa melihat adegan peristiwa meski itu berbentuk tek tulis
    1 jam · Suka · 1
  • Karunia Sylviany Sambas Ini sambungan dari cerpen di atas, Uda Alizar Tanjung. Mohon masukannya. Saya memang belum baik dalam deskripsi.

    ***

    “Minggu besok kita ke Beting, Dho. Ikutan, yuk!” ajak Azmi dengan wajah ceria. 
    “Nara juga ikut loh!” Azmi menyenggol pundakku. 
    Kudekatkan telunjuk mendekati bibir. 
    Bangku Nara berjarak tiga barisan denganku. Ia sedang asyik menyalin catatan. 
    “Tapi katamu Nara tak akan memandang laki-laki macam kita.” 
    “Jangan yakini ucapanku seratus persen. Entar dosa, lho, Pak Ustaz.” Azmi menepuk pundakku.
    “Persiapan harus matang. Siapkan makanan kesukaan Nara,” ucap Azmi bersemangat.
    “Maksudmu?”
    “Ya, elah, Dho. Mau perang kudu bawa senjata, dong.”
    “Tapi, aku ini kan anak baru. Bagaimana mungkin dia bisa menerima makanan pemberianku?”
    Azmi terkekeh mendengar pertanyanku. 
    “Ridho … Ridho …. Kamu ini memang polos banget ya. Katanya mau deketin Nara. Gimana mau pacaran kalau baru mau mulai aja udah K.O duluan?”
    “Pacaran?” 
    “Loh, kenapa? Kamu mau pacaran sama Nara, kan?” 
    Aku menggeleng. 
    “Bukan, Mi. Aku mau … aku mau ….” 
    Raut wajah Azmi meminta lanjutan kalimatku barusan. 
    “Apa, Dho?” desaknya.
    “Aku mau Nara jadi istriku.”
    “Hah!” Benar saja, Azmi terlonjak kaget. Ia hampir terjengkang dari kursi.
    Untung bel tanda masuk berbunyi. Azmi mengubah posisi duduknya. Membuka catatan Fisika dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.
    1 jam · Suka
  • Alizar Tanjung Nurmasf Fiverthefunnys I ALIZAR TANJUNG I (Kak ali, bagaimana kalau seperti ini. "Aku tidak mengerti, kau tahu itu kan?" "Bagaimana mungkin? Aku sudah lelah menjelaskan hal itu, Rayna." "Aku tidak bisa berpikir lagi, berikan hal yang simpel padaku." Ia hanya terdiam, mengerutkan keningnya. Kemudian senyum keangkuhan tersirat di bibirnya.) Dialog ini menurut saya ada emosi di dalamnya. Pertahhankan Nurmasf Fiverthefunnys. Dialog yang bagus itu sebaiknya memang mengandung emosi dalam setiap dialognya. Silahkan kirimkan dialog lanjutannya.
    1 jam · Suka
  • Faradina Shanti Peluk aku dalam mimpimu."
    "Tidak, aku tidak ingin sekedar memelukmu dalam mimpi. Aku ingin memelukmu, seumur hidup dan selamanya."
    "Tapi, kita tidak mungkin bersama, Di. Aku sudah memiliki istri, sementara kamu juga sebentar lagi juga bertunang dengan 
    Dewangga, seorang pengusaha kaya raya yang tak bisa diragukan lagi seberapa besar rasa cintanya padamu."
    "Aku tahu dia sangat mencintaiku, aku tahu ... tapi, aku tidak bisa mencintainya, tidak dengan keadaanku yang seperti ini, mengandung buah hatimu."
    "Arghhh ... , kau ini memang keras kepala."
    1 jam · Suka
  • Eliya Ummu KhaLif “Kamu kenapa?” tanya Emak dengan nada dingin.
    “Kepentok…” kupandangi kelingking kakiku yang berdarah, kukunya terbuka.
    “Sakit?” Emak sambil mengelap jendela.

    “Dikit…” jawabku.
    “Makanya kalau jalan hati-hati.” Kepalaku ditoyor. Emak masuk lalu mengambil ktak P3K. Kuikuti Emak dari belakang.
    1 jam · Suka
  • Nur Jihan Fadhila Jadi aku seharusnya menuliskan narasi ku tadi seperti ini

    [saat berjalan menuju ke rumah, aku tak sengaja melihat fujiyama keluar dari apotik, dia mengenakan baju kaos hitam dan celana jeans sepanjang mata kakinya. Rambutnya yang tak begitu panjang be
    rgerak mengikuti arah angin yang bertiup sepoi sepoi. Apotik itu begitu sepi tak seorangpun ada di depan bangunan itu, kecuali fujiyama yang memegang sekantung plastik bening yang berisi banyak obat] 

    Apa aku sudah benar?
    1 jam · Suka · 1
  • Alizar Tanjung Nur Jihan Fadhila I ALIZAR TANJUNG I Langkahku terhenti.Detak jantungku berdetak lebih cepat. Gadis berambut di kepang dua itu benar-benar dia, Fujiyama. Dia baru saja beberapa langkah keluar dari Apotik Kiyosaki saat mata kami saling bertemu. "Fu-fuji...Lihat Selengkapnya
    1 jam · Telah disunting · Suka · 2
  • Karunia Sylviany Sambas Bagaimana dengan ini, Uda Alizar Tanjung?
    "Dia tak akan memandang laki-laki macam kita," ujar Azmi. 
    "Bagaimana kautahu?" Aku menatap bola mata Azmi lekat-lekat. 
    ...Lihat Selengkapnya
    1 jam · Suka
  • Atik Wahyuni ðŸ™‡
    1 jam · Suka
  • Lisma Laurel Ikutan juga ah...

    “Mori, maafkan aku. Jujur, suaramu memang tidak enak di dengar. Tapi apakah cuma itu keahlianmu?”
    ...Lihat Selengkapnya
    1 jam · Suka
  • Alizar Tanjung Faradina Shanti I ALIZAR TANJUNG I (Peluk aku dalam mimpimu."
    "Tidak, aku tidak ingin sekedar memelukmu dalam mimpi. Aku ingin memelukmu, seumur hidup dan selamanya."
    "Tapi, kita tidak mungkin bersama, Di. Aku sudah memiliki istri, sementara kamu juga 
    sebentar lagi juga bertunang dengan Dewangga, seorang pengusaha kaya raya yang tak bisa diragukan lagi seberapa besar rasa cintanya padamu."
    "Aku tahu dia sangat mencintaiku, aku tahu ... tapi, aku tidak bisa mencintainya, tidak dengan keadaanku yang seperti ini, mengandung buah hatimu.) Dialog ini menarik, Faradina Shanti. Saya suka dialogmu, tersenyumlah ya. Nah hal yang harus ditingkatkan sensitifitas terhadap lawan bicara dalam dialog. Seperti kata-kata tidak dengan keadaanku yang seperti ini. Ini ada makna penyesalan. Dirimu bisa menjawab dengan dialog "Itu kemauan kita, bukan kehendakku. "Jangan memulai pertengkaran lagi. Pokoknya aku hanya ingin berada dalam pelakukanmu."
    57 menit · Suka · 1
  • Ichsania Khairunnisa Chan Ia memeluk lututnya dengan erat. Khawatir dengan angin yang datang semakin membuatnya menggigil. Rambut coklat pendek sebahunya hampir menutupi wajahnya ketika angin kembali datang. Mata coklat indah itu kini menoleh ke arahku yang masih mematung memperhatikannya. Ia mengangkat alis.
    "Sudah lama kamu di sana?" Dia mulai bertanya. Aku hanya terdiam tak bisa menjawab. Lalu kepalaku menggeleng pelan. Dia menyunggingkan senyum padaku. 
    "Duduklah di sini!" Katanya lagi. Tanpa basa basi aku menurut. Ku perhatikan wajahnya yang di hiasi cahaya oranye dari matahari yang mulai terbenam. Di atas pasir putih ini aku hanya dapat mendengar deburan ombak dan dinginnya angin yang lewat. Tapi matahari terbenam ini begitu memukau untuk di saksikan. Apalagi bersama Yui. Sang kakak yang selama ini merawatku untuk menjadi gadis yang kuat sepertinya. 
    "Lihat! Sebentar lagi mataharinya akan tenggelam penuh. Indah bukan?" Jari tangan itu menunjuk bulatan oranye yang akan tenggelam. Aku mengangguk.
    "Aku tak pernah melihat matahari jadi seindah itu." Ujarku polos. Yui mulai tersenyum lagi ke arahku. 
    " Memangnya menurutmu matahari itu tidak indah?" 
    Aku menggeleng "Setauku matahari itu selalu mebuat mataku sakit." perkataan polos anak berumur enam tahun sepertiku keluar begitu saja. Yui terkekeh dan mengelus rambut hitam ikalku. Matanya bertemu dengan mata biru safirku. 
    "Kamu ini. Bagaimana kalau aku tunjukan matahari yang tidak membuat matamu sakit?" 
    Sesaat rasa heran itu mampir. Tapi kemudian aku mengangguk. 
    "Oke, besok bangunlah pagi-pagi, Ana." Katanya lagi. 

    Mohon kritikan dan sarannya. Saya masih bingung sama gaya bahasa saya yang takut gak nyambung sama dialog, terimakasih sebelumnya
  • Alizar Tanjung Eliya Ummu KhaLif I ALIZAR TANJUNG I (“Kamu kenapa?” tanya Emak dengan nada dingin.
    “Kepentok…” kupandangi kelingking kakiku yang berdarah, kukunya terbuka.
    “Sakit?” Emak sambil mengelap jendela.

    “Dikit…” jawabku.
    “Makanya kalau jalan hati-hati.” Kepalaku ditoyor. Emak masuk lalu mengambil ktak P3K. Kuikuti Emak dari belakang.) Pertanyaan dasar saya untuk dialog ini adalah persoalan apa yang ingin disampaikan dalam dialog ini, apakah dialog ini benar-benar dibutuhkan dalam sebuah cerpen. Barangkali ungkapkanlah sesuatu yang mengacu kepada konflik dalam dialog. Semisal "Kau akan meninggalkan lagi aku seperti abangmu, Sulaiman" ujar Emak sembari menghidangkan nasi dan sayur asam kesukaanku. Emak sama sekali tak melihatku. "Kalau kau ingin meninggalkan aku lagi, pergilah! Aku memang lebih baik sendiri. Dan memang kenyataannya selalu begitu." suara Emak datar. Aku tidak berani menatap mata Emak. Aku memperbaiki silaku. Selera makanku lenyap. Nah, ini hanya sebagai sampel saja. Dalam dialog ini kita langsung kepada ide. Ini hanya sebagai sampel.
  • Nurmasf Fiverthefunnys Lanjut kak ali. "Seperti ini, kamu harus mengarahkan ke sini lalu membiarkan begini," ujarnya ketus. Aku hanya manggut-manggut. "Terimakasih, tapi! Hehehe, tidak apa, lain kali saja," ucapku ragu. Ada banyak hal yang ingin aku katakan, tapi bibirku seakan terkunci. Aku kemudian membiarkannya melangkah menjauh, lagi.
  • Alizar Tanjung Lisma Laurel I ALIZAR TANJUNG I (“Mori, maafkan aku. Jujur, suaramu memang tidak enak di dengar. Tapi apakah cuma itu keahlianmu?”
    “Aku adalah pendongeng,” sahut Mori.
    “Benarkah? Aku sangat suka dongeng. Maukah kau mendongengkannya untukku?”
    ...Lihat Selengkapnya
  • Nur Jihan Fadhila Makasi banyak Alizar Tanjung. Bisa kasih masukan buat aku yang masih baru di dunia tulis menulis ini? Dan apasih yang membuat sebuah cerita itu di tolak?
  • 42 menit · Suka · 1
  • Alizar Tanjung Ichsania Khairunnisa Chan I ALIZAR TANJUNG I 
    "Sudah lama kamu di sana?" 
    "Duduklah di sini!" Katanya lagi. 

    "Lihat! Sebentar lagi mataharinya akan tenggelam penuh. Indah bukan?" 
    "Aku tak pernah melihat matahari jadi seindah itu." 
    " Memangnya menurutmu matahari itu tidak indah?" 
    "Setauku matahari itu selalu mebuat mataku sakit." perkataan polos "Kamu ini. Bagaimana kalau aku tunjukan matahari yang tidak membuat matamu sakit?" 
    "Anak pintar."
    Gaya bahasa dialogmu menarik kok Ichsania Khairunnisa Chan. Dialog ini lebih ringan dan enak dibaca, dan dibangun dengan baik. Nah pikiran jenaka, usil, memang dibutuhkan untuk membangun dialog yang bagus. Untuk menghasilkan dialog yang membuat pembaca tertawa, dibutuhkan pikiran jenaka, untuk membuat pembaca jadi kesal melihat perangai tokoh kita membutuhkan pikiran yang usil untuk membangun dialog, untuk membangun dialog yang membuat pembaca menangis atau bersedih kita harus memainkan perasaan dalam dialog. Tambahan saya untuk Ichsania Khairunnisa Chan demikian soal dialogmu.
    35 menit · Suka · 2
  • Ichsania Khairunnisa Chan Terimakasih Alizar Tanjung , pemasukannya sangat berguna bagi saya ,,,
  • Alizar Tanjung Nur Jihan Fadhila I ALIZAR TANJUNG I Seblumnya salam senyum dari saya, Nur Jihan Fadhila. Sungguh berbagi adalah sebuah kebahagian bagi saya, sebelumnya saya mohon izin untuk berkomentas berdasarkan pengetahuan saya. Sebenarnya maksudnyada adalah menshowkan cerita itu, dialog yang dihdupkan dengan deskripsi akan tampak lebih nyata menjadi sebuah cerita yang hidup. dan Ahmad Nur Ardiansah sekarang ini sebenarnya kita tidaklah mengkritik, lebih tepatnya kita berbagi tentang mengolah dialog dalam rangka berbagi bersama teman-teman. Selamat berbagi sharing dalam diskusi ini.
    24 menit · Suka · 3
  • Ahmad Nur Ardiansah Alizar Tanjung Itu contoh dialog saya hehe baru sepotong
    18 menit · Suka · 1
  • Ahmad Nur Ardiansah "Hai, saya bukan tipe orang yang senang dikritik"
    16 menit · Suka · 1
  • Elsa Suryani Zaki tercekik, matanya terbelalak. Cangkir kopi yang dipegangnya meluncur bebas ke lantai disusul suara yang nyaring.
    “Nuna Zulfa?” ucap Zaki dengan suara serak.
    “Kau mengenalnya?” Pak Wandi terlonjak. Matanya menatap lekat ke arah Zaki yang mendadak p
    ucat.
    “Saya sangat mengenalnya, Pak.” Banjir pelupuk mata Zaki. Suaranya bergetar. “Nuna Zulfa, dia tunangan saya.” 
    Pak Wandi tak kalah terbelalaknya. Secercah senyum beraroma harapan mengekor pada terbelalaknya itu. 
    “Maafkan saya, Pak,” ucap Zaki terbata dengan air matanya yang mengucur deras. “Diomira meninggal sebulan setelah saya menemukan surat itu.”
    Darah merembes dari telapak kaki Zaki yang menginjak serpihan kaca.
    15 menit · Telah disunting · Suka · 1
  • Nurmasf Fiverthefunnys Lanjut. Dan seperti sebelumnya, aku hanya menyimpannya sendiri. Keraguan yang tengah bermain di kepalaku. "Ada apa, Neng!" ia mencubit pipiku. "Tidak, tidak apa, aku baik-baik. Oh iya, bagaimana dengan rencanamu ke depan?" aku mencoba mengalihkan pemb...Lihat Selengkapnya
  • Alizar Tanjung Elsa Suryani I ALIZAR TANJUNG I Malam sebelumya Elsa Suryani yang baik. (“Nuna Zulfa?”
    “Kau mengenalnya?”
    “Saya sangat mengenalnya, Pak.” “Nuna Zulfa, dia tunangan saya.” 

    “Maafkan saya, Pak,”“Diomira meninggal sebulan setelah saya menemukan surat itu.”) Elsa Suryani dialogmu menurut saya berbobot. Dialog semestinya memang begitu. Dialog yang bagus itu diantaranya membuat pembaca terharu dan matanya tidak mau berhenti untuk melanjutkan membacanya. Dialog di sini menimbulkan penasaran kepada lawan bicaranya. Elsa Suryani berpotensi untuk menghasilkan dialog yang bagus untuk cerpen-cerpen ataupun novelmu Elsa Suryani. Lanjutkan.
    8 menit · Suka · 2
  • Elsa Suryani Terima kasih atas komentarnya kak Alizar Tanjung...
    5 menit · Suka · 1
  • Alizar Tanjung DISKUSI MALAM INI KITA CUKUP SAMPAI DI SINI. SELANJUTNYA KITA LANJUTKAN MINGGU DEPAN, INSYA ALLAH. FOKUS PADA DESKRIPSI. SEBAGAI PENUTUP SAYA LAMPIRKAN TULISAN POSTING TERBARU SAYA. INI BUKAN NOVEL. INI KARYA SEMI NONFIKSI. SELAMAT MALAM. http://www.alizartanjung.com/.../akhirnya-aku-harus...>
Lebih baru Lebih lama