MEMBANGUN IKON WISATA KOTA SOLOK*

Penulis: Alizar Tanjung. Publikasi: Padang Ekspres, 3 Juni 2016

Saya percaya, ide-ide kecil di tengah masyarakat umum yang dilakukan secara konsisten memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat itu sendiri. Ide-ide kecil yang dilakukan di sebuah kota secara konsisten oleh masyarakat dan pemerintah kota setempat bakal membesarkan kota itu sendiri. Saya percaya hal ini juga berlaku untuk Kota Solok yang pernah digadang-gadangkan sebagai Kota Bendi, Kota Pacuan Kuda, Kota Bareh Solok.
Kota Solok pernah menjadi Kota Emas di masa 1970 – 1990-an, semenjak memisahkan diri 16 Desember 1970. Masa itu bernama Kotamadya Solok. Kemudian berganti nama menjadi Kota Solok.
Melihat Kota Solok dengan kacamata kuda hari ini, kita bakal melihat Kota Solok mirip Sawahlunto sebelum kembali dibenahi Walikota Sawahlunto Amran Nur periode 2003 – 25 Juni 2013. Sawahlunto pernah menjadi kota mati. Goedang Ransoem, Loebang Mbah Soere, Museum Kereta Api Mak Itam, pernah hanya tinggal simbol. Wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara tiba-tiba memutuskan bahwa Sawahlunto bukan Kota yang asyik lagi untuk dikunjungi.
Dan sekarang giliran kota mati itu boleh dikatakan bergulir ke Kota Solok. Kota Solok tidak lagi memiliki daya tarik. Para wisatawan tidak berminat untuk sekedar berkunjung ke Kota Solok.
Krisis kota ini disebabkan oleh faktor-faktor sederhana yang luput dari perhatian pemerintah. Hal itu terjadi selama berpuluh tahun mulai dari tahun 2000-an. Masa itu pemerintahan Yumler Lahar, periode 2000-2005, disambut kepemimpinan Syamsu Rahim (2005-2010), Irzal Ilyas TBS (2010-2015).
Faktor-faktor sederhana itu.

Pertama, Pacuan Kuda Ampang Kualo Mati Suri

“Pacuan Kuda Ampang Kualo”. Siapa yang tidak tahu Pacuan Kuda Ampang Kualo! Kalau ditanyakan kepada orang-orang Kota Solok dan orang-orang Kabupaten Solok, terutama yang berumur 30 tahun ke atas, apakah mereka memiliki ingatan tentang Pacuan Kuda Ampang Kualo? Saya percaya rona wajah mereka bakal berseri-seri menceritakan tentang Pacuan Kuda Ampang Kualo. Pipi mereka bakal merah. Semangat mereka bakal meletup-letup.
Mereka bakal menceritakan tentang Pacuan Kuda Ampang Kualo. Betapa indahnya kuda-kuda yang berlarian di antara kabut Ampang Kualo. Mereka bakal menceritakan betapa ramainya para penonton yang bersorak-sorai. Sama sekali tidak peduli hujan dan panas.
Bagi Mereka yang tidak pernah pergi ke Ampang Kualo, tetap bakal menceritakan Pacuan Kuda Ampang Kualo dengan wajah yang berseri-seri. Mereka sangat ingin mengunjungi. Dalam ingatan kanak-kanak saya Pacuan Kuda Ampang Kualo adalah pacuan yang ditunggu-tunggu tidak hanya oleh orang Kota Solok namun juga oleh orang-orang Kabupaten Solok (dahulu masuk Kabupaten Solok Selatan yang sekarang ini) dan kabupaten-kabupaten tetangga seperti Kabupaten Sawahlunto Sijunjung (sekarang dipecah menjadi Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya), Padang Panjang, Bukittinggi.
Pacuan Kuda Ampang Kualo pernah disebut-sebut sebagai Ikonnya Kota Solok. Pacuan Kuda Ampang Kualo menaikkan marwah Kota Solok sebagai Kota Wisata. Pacuan kuda ini menggenjot perekonomian rakyat. Para pengunjung semakin ramai ke Kota Solok. Kalau mereka datang ke Solok salah satu tujuannya pasti Pacuan Kuda Ampang Kualo.
“Apakah masih ada Pacuan Kuda Ampang Kualo?” Kalau pertanyaan ini yang diajukan kepada mereka. Saya percaya wajah mereka bakal lesu. Semangat mereka bakal turun. “Ada namun hidup segan mati enggak mau”. Pacuan Kuda Ampang Kualo sudah lama sekali lenyap dari pikiran masyarakat Kota Solok dan Kabupaten Solok.  Pacuan kuda ini sudah lama sekali menjadi sejarah yang dilupakan. Bukan karena pacuan kuda sudah tidak ada, melainkan karena gaungnya itu betul yang sudah lenyap dari kepala masyarakat dan wisatawan.
Pacuan Kuda Ampang Kualo adalah pintu masuk bagi Pemko Solok untuk menaikkan kembali marwah Kota Solok sebagai kota wisata. Arena Pacuan kuda mesti kembali dibenahi, sehingga lebih luas, lebih cantik, lebih indah. Sehingga Arena ini tidak hanya dikunjungi ketika ada pacuan kuda. Melainkan di hari-hari biasa tetap ramai pengunjung.
Caranya sederhana. Pemko Solok mesti ada semacam agenda tahunan yang di antaranya Pacuan Kuda Ampang Kualo. Agenda tahunan ini dipublikasikan secara konsisten melalui media cetak, media masa. Pemko kemudian menarik pihak-pihak tertentu yang mampu bekerja secara profesional sebagai EO yang menggerakkan acara ini.
 Sudah saatnya pacuan kuda menjadi even international yang dikelola oleh Pemko Solok.

Kedua, Lenyapnya Kota Solok Kota Bendi

Babendi bendi ka Sungai Tanang, aduhai sayang
Babendi bendi ka Sungai Tanang, aduhai sayang
Singgah lah mamatiak, singgahlah mamatiak bungo lambayuang
Singgahlah mamatiak bungo lambayuang

lirik lagu ini adalah lirik lagu yang berjudul “Babendi-bendi ka Sungai Tanang”. lirik lagu yang menceritakan tentang fungsi bendi. bendi tidak hanya sebagai alat transportasi. bendi juga berfungsi sebagai simbol romantis sepasang kekasih. lahirnya lagu “Babendi-bendi ka Sungai Tanang” tidak terlepas dari begitu digemarinya alat transportasi bendi. termasuk di Kota Solok. pada tahun 80-an dan 90-an hampir seluruh sudut kota solok dipenuhi bendi untuk menyambut wisatawan.
Dalam kota Bendi beroperasi meliputi dua kecamatan (Lubuk Sikarah dan Tanjung Harapan): Tanah Garam. VI Suku. Sinapa Piliang. IX Korong. Aro IV Korong. Kampai Tabu Karambie. Simpang Rumbio. Koto Panjang. Pasar Pandan Airmati. Tanjung Paku. Nan Balimo. Kampung Jawa. Laing  Transportasi Bendi juga beroperasi ke luar Kota Solok meliputi jalur kabupaten seperti Muara Panas, Koto Baru, Sumani, Selayo.
Pada masa kejayaan Kota Solok, bendi alat transportasi utama para wisatawan lokal maupun mancaranegara untuk berkunjung ke objek wisata, seperti Pulau Belibis, Ampang Kualo. Kemudian bendi dijadikan sebagai alat transportasi setiap ada kegiatan-kegiatan besar Kota Solok.
Transportasi bendi sepintas tampak seperti transportasi pada umumnya di Kota Solok. Kalau dianalisis lebih dalam lagi transportasi bendi adalah ide brilian untuk mengembalikan fungsi Kota Solok sebagai Kota Wisata. Bendi dapat menjadi medan magnet untuk menjadikan Kota Solok sebagai Kota Wisata. Namun fungsi bendi selama berpuluh tahun tergerus, terabaikan, dan luput dari pemerintah.
Kembali Kota Solok sebagai Kota Bendi. Idenya sederhana. Pertama, pemerintah menghidupkan kembali bendi sebagai transportasi umum yang berlaku ke 13 kelurahan di dua kecamatan di Kota Solok. Kemudian pemerintah juga menghidupkan jalur bendi ke daerah-daerah kabupaten yang memang berbantasan langsung dengan Kota Solok, seperti Muaro Paneh, Selayo, Sumani, Sok Laweh
Kedua, pemerintah melalui partisipasi masyarakat mengembalikan fungsi bendi sebagai alat wisata. Pemerintah Kota Solok mesti sadar bahwa bendi pernah menjadi alat transportasi wisata yang fenomenal di Kota Solok. Fungsi Bendi sebagai alat transportasi wisata mesti dikembalikan dan lebih digiatkan. 
Ketiga, Pemerintah Kota Solok mengembalikan fungsi bendi sebagai alat kebudayaan di setiap acara-acara besar. Setiap acara besar pemko atau hari-hari besar keagamaan bendi diikutsertakan sebagai alat transportasi masal. Sehingga dengan sendirinya keberadaan bendi terekspos secara luas.
Keempat, pemerintah berperan langsung dalam mengekspos bendi sebagai alat transportasi umum, transportasi wisata. Ekspos ini melalui baliho-baliho pemerintah, spanduk-spanduk, direktori, acara kebudayaan. Ekspos ini untuk menanamkan image dalam pikiran bawah sadar masyarakat bahwa Kota Solok identik dengan kota bendi.

            Ketiga, Ikon Bareh Solok tidak Berbekas

Bareh Solok sebagai “bareh tanamo” sudah menjadi ikon Kota Solok. Namun ikon ini perlahan seperti lenyap. Apa bukti ikon itu terawat dengan baik? Sungguh tidak ada bukti apa pun. Kalau ada museum Bareh Solok, masih ada yang bisa dibanggakan.
Ikon ini perlahan-lahan menjadi sejarah dan terkesan seperti sebuah dongeng. Kenapa ini bisa terjadi? Jawabannya sederhana. Pemerintah Kota Solok sendiri tidak serius dalam mengelola ikon ini. Ikon tinggal ikon. Sedangkan upaya menjaga ikon boleh dikatakan tidak dilakukan selama berpuluh-puluh tahun.
Rindu ketika berkunjung ke Kota Solok ada arena Pacuan Kuda Ampang Kualo yang ramah dan lagi elok. Rindu ada bendi yang selalu memenuhi kebutuhan para orang-orang yang pulang berbelanja dan para wisatawan yang hendak menikmati keindahan kota. Kalau mau berbelanja ada tersedia pusat oleh-oleh yang menyediakan khas bareh solok dank has makanan solok lainnya.
Saya percaya bahwa sejarah selalu berperan penting dalam pembentukan sebuah kota. Hal ini juga berlaku bagi Kota Solok yang pernah digadang-gadangkan sebagai Kota Wisata. Sadar atau tidak sadar Masyarakat Kota Solok, pernah menikmati Kota Solok sebagai Kota Wisata. Sebab itu Kota Solok jika ingin kembali menjadi kota sukses kota ini mesti belajar dari sejarah kotanya.[]

*Alizar Tanjung, Pemerhati Kota dan Sekretaris Tim Relawan Sahabat PKL Hebat
Padang Ekspres, 3 Juni 2016

Lebih baru Lebih lama