ALIZAR TANJUNG
Singgalang, 5 April 2015
“Oi! Pulang Ang lai. Indak
tadanga urang abang dek Ang! Main bola sajo karajo, Ang. Den baka bola Ang tu
ko. Capeklah! Ambiak kain saruang Ang, pai sumbahyang jo mangaji lai. Bamain
juo Ang, den lado incek mato Ang ko. Panek muncuang den mangecek dek
Ang. Anak siampa! (Oi! Pulang kamu lagi. Orang sudah azan. Kamu masih saja
bermain bola. Saya bakar bolamu, nanti. Cepatlah! Ambil kain sarung, pergi
salat dan belajar Islam. Kalau masih bermain, saya kasih matamu cabai. Mulut saya letih manasihatimu. Anak hantu!)”
Apakah kata-kata ini familiar di telinga Anda? Atau
familiar di telinga orang tua Anda, kakek Anda, buyut Anda. Atau kata-kata ini
familiar di telinga anak Anda, karena Anda menasihati anak Anda dengan cara
seperti ini. Karena kalau tidak begitu anak Anda tidak mengerti juga dengan
seruan suara azan dari toa musajik atau surau.
Barangkali seruan-seruan senada seperti sudah
bertumpuk-tumpuk dalam kepala Anda. Karena semakin seringnya Anda mendapatkan
seruan orang tua, nenek, kakek, etek, ande, uo, ketika Anda berbandel diri saat
suara azan sudah masuk.
Tentu saja sekarang Anda sudah dewasa. Siapa lagi
yang berani menghardik Anda dengan cara seperti itu? Barangkali Anda yang
melakukannya kepada anak Anda, karena dia begitu bandel, saat Anda menyeru dia
untuk pergi belajar Islam ke surau.
Dahulu ––saya mengajak Anda bercerita di mantagi
ini tentang masa lalu–– Anda sedang asyik bermain bola. Anda sedang asyik
bermain layangan. Anda sedang asyik bermain kasti. Anda sedang asyik bermain
petak-umpet. Anda sedang asyik bermain dorek. Anda sedang asyik bermain gambar.
Anda sedang asyik bermain, mobilan, pesawat, perang-perang. Anda mendengar
suara azan melalui toa musajik dengan amat nyaringnya. Anda tetap bermain.
Orang tua Anda kemudian meneriaki Anda. “Indak tadanga dek Ang suaro abang.
Aden suntiah talingo tu ko. Alah abang urang bamain juo. Sumbahyang lai.
“Apakah kamu tidak mendengar suara azan? Saya robek telingamu, nanti. Sudah
azan masih juga bermain. Kamu harus salat.”
Begitulah orang tua menasihati Anda. Suara azan
membuat orang tua Anda mengingat surga untuk diri Anda. Sebab itu cepat-cepat
orang tua Anda menasihati Anda. Anda yang asyik bermain, berlarian mengikuti
perintah orang tua untuk melaksanakan salat. Hampir setiap hari orang tua Anda
menasihati Anda. Sehingga salat Anda pun menjadi tepat waktu. Bahkan hal itu
menjadi kebiasaan bagi Anda untuk Salat tepat waktu sampai hari ini.
Kenapa bisa? Logikanya sederhana sekali. Azan
berkumandang di musajik, surau. Itu tandanya waktu salat sudah masuk. Hal ini
pertama kali dilakukan Bilal bin Rabah saat dia mendapatkan perintah Rasulullah
untuk azan dari tempat tertinggi, menyeru umat muslim menunaikan salat. Itu
sunah Rasulullah. Hal itu diteruskan sampai ke generasi sekarang.
Hasilnya Anda benar-benar dekat dengan Tuhan. Anda
dekat dengan Surga. Anda dekat dengan Islam. Anda dekat diri Anda. Anda dekat
dengan orang tua Anda. Dan Anda dekat dengan anak-anak Anda, karena toa di
musajik, surau, masih mengingatkan Anda.
Tetapi apa yang akan terjadi ke depan? Oh, apakah
itu. Kabarnya toa musajik, surau, akan mulai kehilangan pamor. Dia tidak
bakalan menyeru Anda lagi. Tidak akan ada lagi ceracau orang tua Anda ketika
waktu salat sudah masuk. Karena toa tidak akan mengingatkan Anda, orang tua,
kakek buyut, anak, cucu, cicit, lagi. Seorang menteri negeri ini, menteri yang
katanya berbicara demi kebaikan umat, ingin menghapuskan azan berkumandang
melalui toa-toa musajik, surau. Dia keturunan Islam, kata orang-orang.
Dia mempunyai aturan baru bahwa toa tidak boleh
lagi bersuara dari surau, musajik. Katanya demi hak asasi manusia. Biar tidak
ada yang saling bertengkar karena sesuatu dan lain hal. Selama ini tidak ada
pertengkaran gara-gara toa menyeru orang salat dari musajik, surau.
Kok saya jadi memikirkan tentang akal-akalan
politik dan kepentingan sesuatu dari mereka yang mempunyai kedudukan. Sungguh
saya tidak mengajak Anda untuk berpikir demikian. Bahkan saya tidak mengajak
Anda untuk ikut memikirkan hal ini dan menyuarakannya demi kepentingan bersama
dunia dan surga Anda. Saya hanya memikirkan tentang kabar burung, kabar burung
dari seorang menteri atau burung peliharaan menteri.[]