Tempo, 19 Januari 2014, Tempurung Tinggal Sebelah

Sajak-sajak Alizar Tanjung

Sajak Alizar Tanjung
PUISI BUATAN BUAH TOMAT

aku buat sebuah puisi dari buah tomat. aku kupas kulit
tomat itu dengan mata pisau paling tajam, buat meyakinkanku
bahwa itu mengurangi sakit. aku iris daging tomat
yang kemerahan, melintang dari ujung ke tampuk yang
memberi hidup, bijinya aku congkel dengan ujung
mata pisau, satu persatu aku tampung dalam tempurung
kelapa tua yang telah diisi hati abu tungku.

kulit tomat aku jadikan judul puisi, empat kata kurasa cukup.
daging tomat aku jadikan isi puisi, terdiri dari dua bait,
bait satu punggung daging tomat, bait dua perut daging tomat.
biji tomat aku keringkan dalam abu tungku, aku semai,
aku tumbuhkan di belakang rumah, di bawah lindungan atap.
biji itu khusus untukmu, su.

(2013)






















Sajak Alizar Tanjung
BATU DAN SUNGAI

su, aku batu, keras luar dalam, berlumut di atasnya,
tinggal di daratan tinggi. aku kira aku si pemilik gunung,
bebas bertengkar dengan lumut, terlepas dari kedalaman
air sungai, sebab di sini sungai begitu dangkal.
pagi, siang, malam, bertemu harum lobak orang karangsadah,
aroma bawang perai orang rumah suluak, bau tomat busuk
yang tidak laku terjual.

su, kau sungai yang mengalir di air yang dalam, menggenang
dan mengalir tenang. pada kedalamanmu gerak air,
rahasia yang tidak dapat dibaca isyarat kataku, permukaanmu
sungai dareh yang menikung dan melengkung serupa ular jinak
ke abai siat.

kau bertapa dengan daratan rendah. pagi, siang, malam,
bertemu harum kelapa sawit, aroma getah karet, bau dasar
sungai yang menghanyutkan cintaku. tentu tak bertemu
batu daratan tinggi dan sungai daratan rendah, sebab itu, su,
aku bawa batuku ke sungaimu, aku yang mempertemukannya.

(2013)




















Sajak Alizar Tanjung
TEMPURUNG TINGGAL SEBELAH

bagai katak dalam tempurung. bagaimana kalau tempurung
tinggal sebelah? katak bebas keluar tempurung. sebelah
lagi telah masuk ke api di tungku, jadi bara mematangkan nasi,
jadi abu mematangankan riwayat kepulangan, tapi tidak
pernah benar-benar pulang, sebab tidak pernah lagi dia jadi
tempurung.

bagaimana dengan katak keluar tempurung? di luar tempurung
katak melompat ke air dalam, dia kira air ini dangkal, rupanya
lubuk tidak bertepi di karangsadah ini, ada lubuk sebesar biji sawi,
ada lubuk sebesar mata kentang, sama-sama tidak tampaknya
keduanya.

tinggal tempurung yang sebelah lagi, menampung sia-sia,
menelungkup percuma saja, pilihannya masuk ke ruang tungku
biar sempurna jadi api, menjelma jadi bara mematangkan
sambal, biar sempurna hidangan di meja makan. di luar
katak terkurung, seperti kata pitatah orang, terkurung hendak di luar,
coba benarlah.

(2013)




















Sajak Alizar Tanjung
ANGIN YANG DITAMPAR DAUN PIPINYA

kau angin yang aku tampar pipimu, tak memerah,
tak berjejak, tak sakit padamu. tamparanku lepas
ke ruang tak berbentuk. kau tertawakan aku, kau
kata aku, "daun yang tak dapat pulang ke tampuk."

(2013)




































*Alizar Tanjung, sedang menyelesaikan program S2 di IAIN Imam Bonjol Padang. Karyanya dipublikasikan di koran lokal dan nasional. No. Rekening  atas nama Alizar,  Bank Mandiri, Cabang Padang Sudirman, No rekenening :111-00-0561246-6
















Lebih baru Lebih lama